Penyebab jangka panjang perang ini mencakup kebijakan luar negeri imperialis kekuatan besar Eropa, termasuk Kekaisaran Jerman, Kekaisaran Austria-Hongaria, Kesultanan Utsmaniyah, Kekaisaran Rusia, Imperium Britania, Republik Perancis, dan Italia. Pembunuhan tanggal 28 Juni 1914 terhadap Adipati Agung Franz Ferdinand dari Austria, pewaris tahta Austria-Hongaria, oleh seorang nasionalis Yugoslavia di Sarajevo, Bosnia dan Herzegovina adalah pencetus perang ini. Pembunuhan tersebut berujung pada ultimatum Habsburg terhadap Kerajaan Serbia.[10][11] Sejumlah aliansi yang dibentuk selama beberapa dasawarsa sebelumnya terguncang, sehingga dalam hitungan minggu semua kekuatan besar terlibat dalam perang; melalui koloni mereka, konflik ini segera menyebar ke seluruh dunia.
Pada tanggal 28 Juli, konflik ini dibuka dengan invasi ke Serbia oleh Austria-Hongaria,[12][13] diikuti invasi Jerman ke Belgia, Luksemburg, dan Perancis; dan serangan Rusia ke Jerman. Setelah pawai Jerman di Paris tersendat, Front Barat melakukan pertempuran atrisi statis dengan jalur parit yang mengubah sedikit suasana sampai tahun 1917. Di Timur, angkatan darat Rusia berhasil mengalahkan pasukan Kesultanan Utsmaniyah, namun dipaksa mundur dari Prusia Timur dan Polandia oleh angkatan darat Jerman. Front lainnya dibuka setelah Kesultanan Utsmaniyah ikut serta dalam perang tahun 1914, Italia dan Bulgaria tahun 1915, dan Rumania tahun 1916. Kekaisaran Rusia runtuh bulan Maret 1917, dan Rusia menarik diri dari perang setelah Revolusi Oktober pada akhir tahun itu. Setelah serangan Jerman di sepanjang front barat tahun 1918, Sekutu memaksa pasukan Jerman mundur dalam serangkaian serangan yang sukses dan pasukan Amerika Serikat mulai memasuki parit. Jerman, yang bermasalah dengan revolusi pada saat itu, setuju melakukan gencatan senjata pada tanggal 11 November 1918 yang kelak dikenal sebagai Hari Gencatan Senjata. Perang ini berakhir dengan kemenangan di pihak Sekutu.
Peristiwa di front Britania sama rusuhnya seperti front depan, karena para pihak terlibat berusaha memobilisasi tenaga manusia dan sumber daya ekonomi mereka untuk melakukan perang total. Pada akhir perang, empat kekuatan imperial besar—Kekaisaran Jerman, Rusia, Austria-Hongaria, dan Utsmaniyah—bubar. Negara pengganti dua kekaisaran yang disebutkan pertama tadi kehilangan banyak sekali wilayah, sementara dua terakhir bubar sepenuhnya. Eropa Tengah terpecah menjadi beberapa negara kecil.[14] Liga Bangsa-Bangsa dibentuk dengan harapan mencegah konflik seperti ini selanjutnya. Nasionalisme Eropa yang muncul akibat perang dan pembubaran kekaisaran, dampak kekalahan Jerman dan masalah dengan Traktat Versailles diyakini menjadi faktor penyebab pecahnya Perang Dunia II.[15]
Daftar isi
- 1 Nama
- 2 Latar belakang
- 3 Teater konflik
- 3.1 Serangan pembuka
- 3.2 Front Barat
- 3.3 Perang laut
- 3.4 Teater Selatan
- 3.5 Front Timur
- 3.6 Rencana Blok Sentral untuk negosiasi damai
- 3.7 1917–1918
- 3.7.1 Perkembangan tahun 1917
- 3.7.2 Konflik Kesultanan Utsmaniyah 1917
- 3.7.3 Keikutsertaan Amerika Serikat
- 3.7.4 Tawaran perdamaian terpisah Austria
- 3.7.5 Serangan Musim Semi Jerman 1918
- 3.7.6 Konflik Kesultanan Utsmaniyah 1918
- 3.7.7 Negara-negara baru di zona perang
- 3.7.8 Kemenangan Sekutu: Musim panas dan gugur 1918
- 3.7.9 Gencatan senjata dan penyerahan diri
- 3.8 Perjanjian Versailles, Juni 1919
- 4 Teknologi
- 5 Kejahatan perang
- 6 Pengalaman tentara
- 7 Dukungan dan penentangan perang
- 8 Dampak
- 9 Warisan
- 10 Lihat pula
- 11 Catatan kaki
- 12 Referensi
- 13 Pranala luar
Nama
Di Kanada, Maclean's Magazine pada bulan Oktober 1914 menuliskan, "Sejumlah perang memberi namanya sendiri. Perang ini namanya Perang Besar."[16] Sejarah asal usul dan bulan-bulan pertama perang diterbitkan di New York pada akhir 1914 dengan judul The World War (Perang Dunia).[17] Selama periode antarperang, perang ini lebih sering disebut Perang Dunia dan Perang Besar di negara-negara berbahasa Inggris.Setelah pecahnya Perang Dunia Kedua tahun 1939, istilah Perang Dunia I atau Perang Dunia Pertama menjadi standar, dengan sejarawan Britania dan Kanada yang lebih suka Perang Dunia Pertama, dan Amerika Perang Dunia I. Kedua istilah ini juga dipakai selama periode antarperang. Frasa "Perang Dunia Pertama" pertama dipakai bulan September 1914 oleh filsuf Jerman Ernest Haeckel, yang mengklaim bahwa "tidak ada keraguan bahwa alur dan tokoh 'Perang Eropa' yang dikhawatirkan ... akan menjadi perang dunia pertama dalam arti sepenuhnya."[18] The First World War (Perang Dunia Pertama) juga merupakan judul buku sejarah tahun 1920 karya perwira dan jurnalis Charles à Court Repington.
Latar belakang
Setelah 1870, konflik Eropa terhindar melalui jaringan perjanjian yang direncanakan secara hati-hati antara Kekaisaran Jerman dan seluruh Eropa yang dirancang oleh Bismarck. Ia berupaya menahan Rusia agar tetap di pihak Jerman untuk menghindari perang dua front dengan Perancis dan Rusia. Ketika Wilhelm II naik tahta sebagai Kaisar Jerman (Kaiser), Bismarck terpaksa pensiun dan sistem aliansinya perlahan dihapus. Misalnya, Kaiser menolak memperbarui Perjanjian Reasuransi dengan Rusia pada tahun 1890. Dua tahun kemudian, Aliansi Perancis-Rusia ditandatangani untuk melawan kekuatan Aliansi Tiga. Pada tahun 1904, Britania Raya menandatangani serangkaian perjanjian dengan Perancis, Entente Cordiale, dan pada 1907, Britania Raya dan Rusia menandatangani Konvensi Inggris-Rusia. Meski perjanjian ini secara formal tidak menyekutukan Britania Raya dengan Perancis atau Rusia, mereka memungkinkan Britania masuk konflik manapun yang kelak melibatkan Perancis dan Rusia, dan sistem penguncian perjanjian bilateral ini kemudian dikenal sebagai Entente Tiga.[6]
Tahun 1912 dan 1913, Perang Balkan Pertama pecah antara Liga Balkan dan Kesultanan Utsmaniyah yang sedang retak. Perjanjian London setelah itu mengurangi luas Kesultanan Utsmaniyah dan menciptakan negara merdeka Albania, tetapi memperbesar teritori Bulgaria, Serbia, Montenegro, dan Yunani. Ketika Bulgaria menyerbu Serbia dan Yunani pada tanggal 16 Juni 1913, negara ini kehilangan sebagian besar Makedonia ke Serbia dan Yunani dan Dobruja Selatan ke Rumania dalam Perang Balkan Kedua selama 33 hari, sehingga destabilisasi di wilayah ini semakin menjadi-jadi.[24]
Kekaisaran Rusia, tidak ingin Austria-Hongaria menghapus pengaruhnya di Balkan dan mendukung protégé lamanya Serbia, memerintahkan mobilisasi parsial sehari kemudian.[19] Kekaisaran Jerman melakukan mobilisasi tanggal 30 Juli 1914, siap menerapkan "Rencana Shlieffen" berupa invasi ke Perancis secara cepat dan massal untuk mengalahkan Angkatan Darat Perancis, kemudian pindah ke timur untuk melawan Rusia. Kabinet Perancis bergeming terhadap tekanan militer mengenai mobilisasi cepat, dan memerintahkan tentaranya mundur 10 km dari perbatasan untuk menghindari insiden apapun. Perancis baru melakukan mobilisasi pada malam tanggal 2 Agustus, ketika Jerman menyerbu Belgia dan menyerang tentara Perancis. Jerman menyatakan perang terhadap Rusia pada hari itu juga.[28] Britania Raya menyatakan perang terhadap Jerman tanggal 4 Agustus 1914, setelah "balasan tidak memuaskan" terhadap ultimatum Britania bahwa Belgia harus dibiarkan netral.[29]
Teater konflik
Serangan pembuka
Kebingungan Blok Sentral
Strategi Blok Sentral mengalami miskomunikasi. Jerman telah berjanji mendukung invasi Austria-Hongaria ke Serbia, namun penafsiran maksudnya berbeda. Rencana penempatan pasukan yang sebelumnya diuji telah diganti pada awal 1914, namun penggantian tersebut tidak pernah diuji dalam latihan. Para pemimpin Austria-Hongaria yakin Jerman akan melindungi perbatasan utaranya dari serbuan Rusia.[30] Meski begitu, Jerman mengharapkan Austria-Hongaria mengarahkan sebagian besar tentaranya ke Rusia, sementara Jerman menangani Perancis. Kebingungan ini mendorong Angkatan Darat Austria-Hongaria membagi pasukannya antara front Rusia dan Serbia.Pada tanggal 9 September 1914, Septemberprogramm, sebuah rencana memungkinkan yang menyebutkan tujuan perang tertentu Jerman dan persyaratan yang dipaksakan Jerman terhadap Blok Sekutu, dibuat oleh Kanselir Jerman Theobald von Bethmann-Hollweg. Rencana ini tidak pernah dilaksanakan secara resmi.
Kampanye Afrika
Kampanye Serbia
Pasukan Jerman di Belgia dan Perancis
Jerman ingin bergerak bebas melintasi Belgia (dan Belanda juga, meski ditolak Kaiser Wilhelm II) untuk bertemu Perancis di perbatasannya. Jawaban dari Belgia netral tentu saja "tidak". Jerman kemudian merasa perlu menyerbu Belgia, karena inilah rencana satu-satunya yang ada andai terjadi perang dua front di Jerman. Perancis juga ingin menggerakkan tentara mereka melintasi Belgia, tetapi Belgia menolak untuk menghindari pecahnya perang apapun di tanah Belgia. Pada akhirnya, setelah serbuan Jerman, Belgia mencoba menggabungkan pasukan mereka dengan Perancis (namun sebagian besar pasukan Belgia mundur ke Antwerpen tempat mereka dipaksa menyerah ketika semua harapan bantuan pupus).
Rencana ini meminta agar sisi kanan Jerman bergerak ke Paris, dan awalnya Jerman berhasil, terutama pada Pertempuran Frontiers (14–24 Agustus). Pada 12 September, Perancis, dengan bantuan dari pasukan Britania, menghambat pergerakan Jerman ke timur Paris pada Pertempuran Marne Pertama (5–12 September) dan mendorong pasukan Jerman 50 km ke belakang. Hari-hari terakhir pertempuran ini menandakan akhir dari peperangan bergerak di barat.[10] Serangan Perancis ke Alsace Selatan, dimulai tanggal 20 Agustus dengan Pertempuran Mulhouse, mengalami sedikit kesuksesan.
Di sebelah timur, hanya satu pasukan lapangan, yaitu pasukan ke-8, yang bergerak cepat melalui kereta api melintasi Kekaisaran Jerman. Pasukan yang dulunya cadangan di barat ini dipimpin oleh Jenderal Paul von Hindenburg untuk mempertahankan Prusia Timur, setelah berhasil melakukan serbuan awal ke Rusia dengan dua unit pasukan. Jerman mengalahkan Rusia dalam serangkaian pertempuran yang secara kolektif disebut Pertempuran Tannenberg Pertama (17 Agustus – 2 September). Akan tetapi, invasi Rusia yang gagal lebih disebabkan oleh berhentinya serangan Jerman di barat dan kekalahan taktis oleh Angkatan Darat Perancis di Marne. Pasukan Jerman semakin lelah dan pasukan cadangannya dipindahkan untuk menangani invasi ke Rusia. Staf Jenderal Jerman di bawah Jenderal Helmuth von Moltke yang Muda juga telah memperhitungkan bahwa pemanfaatan transportasi tentara cepat melalui kereta api tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan di luar Kekaisaran Jerman. Blok Sentral gagal mendapatkan kemenangan cepat di Perancis dan terpaksa berperang di dua front. Pasukan Jerman mengambil posisi defensif yang baik di dalam Perancis dan berhasil melumpuhkan mobilisasi 230.000 tentara Perancis dan Britania secara permanen. Meski begitu, masalah komunikasi dan keputusan komando yang bisa dipertanyakan menggagalkan impian kemenangan awal Jerman.[34]
Asia dan Pasifik
Front Barat
Awal peperangan parit (1914–1915)
Setelah Pertempuran Marne Pertama (5–12 September 1914), baik pasukan Entente dan Jerman mengawali serangkaian manuver mengepung dalam peristiwa yang disebut "Perlombaan ke Laut". Britania dan Perancis kelak menyadari bahwa mereka menghadapi pasukan parit Jerman dari Lorraine sampai pesisir Belgia.[10] Britania dan Perancis berupaya melakukan serangan, sementara Jerman mempertahankan teritori yang diduduki. Akibatnya, parit-parit Jerman lebih kokoh ketimbang milik musuhnya, parit Inggris-Perancis hanya bersifat "sementara" sebelum pasukan mereka mematahkan pertahanan Jerman.[40]
Kelanjutan peperangan parit (1916–1917)
Kedua sisi tidak mampu memberi pukulan menentukan selama dua tahun berikutnya. Sekitar 1,1 sampai 1,2 juta tentara pasukan Britania dan jajahannya berada di Front Barat pada satu waktu.[42] Seribu batalion, menempati sektor lini dari Laut Utara sampai Sungai Orne, melakukan sistem rotasi empat tahap selama satu bulan, kecuali sebuah serangan sedang terjadi. Front ini memiliki parit sepanjang 9,600 kilometre (5,965 mil). Setiap batalion menduduki sektornya selama seminggu sebelum kembali ke lini pendukung dan terus ke lini cadangan sebelum seminggu di luar lini, biasanya di wilayah Poperinge atau Amiens.Secara taktis, doktrin komandan Jerman Erich Ludendorff berupa "pertahanan elastis" cocok dipakai untuk peperangan parit. Pertahanan ini terdiri dari posisi depan yang minim pertahanan dan posisi utama jauh di belakang jangkauan artileri yang lebih kuat, yang dari situlah serangan balasan cepat dan kuat bisa dilancarkan.[46][47]
Ludendorff menulis tentang pertempuran tahun 1917,
Pada pertempuran Menin Road Ridge, Ludendorff menulis,25 Agustus mengakhiri fase kedua pertempuran Flandria. Peristiwa ini memakan banyak korban dari pihak kami ... Pertempuran Agustus mematikan di Flandria dan Verdun membawa tekanan berat bagi tentara Barat. Meski di bawah perlindungan beton, semua tampak kurang kuat menghadapi artileri musuh yang luar biasa. Pada beberapa saat, mereka tidak lagi memiliki ketegasan yang saya, bersama para komandan setempat, harapkan. Musuh berupaya mengadaptasikan diri mereka dengan metode kakmi dalam melakukan serangan balasan ... Saya sendiri mengalami tekanan luar biasa. Suasana di Barat tampak mencegah dilakukannya rencana-rencana kami di manapun. Jumlah korban begitu banyak sehingga kami tidak sempat menguburkan mereka secara layak, dan melebihi semua harapan kami.[48]
Pada Pertempuran Arras 1917, satu-satunya keberhasilan besar militer Britania adalah penaklukan Vimy Ridge oleh Korps Kanada di bawah pimpinan Sir Arthur Currie dan Julian Byng. Tentara yang menyerang, untuk pertama kalinya, mampu mengalahkan, bersatu dengan cepat, dan mempertahankan pegunungan yang membatasi dataran Douai yang kaya akan kandungan batu bara.[50][51]Serangan besar lain dilancarkan terhadap lini kami pada tanggal 20 September ... Serangan musuh terhadap pasukan ke-20 berhasil, yang membuktikan superioritas serangan terhadap pertahanan. Kekuatan mereka tidak melibatkan tank; kami melihat mereka begitu tidak nyaman, tetapi terus mengerahkan semuanya. Kekuatan serangan terletak di artileri, dan faktanya artileri kami tidak mampu memberi dampak yang cukup untuk memecah infanteri saat mereka terus bersatu pada saat itu juga.[49]
Perang laut
Pada awal perang, Kekaisaran Jerman memiliki kapal jelajah yang tersebar di seluruh dunia, beberapa di antaranya dipakai untuk menyerang kapal dagang Sekutu. Angkatan Laut Kerajaan Britania Raya secara sistematis memburu mereka, meski menanggun malu akibat ketidakmampuannya melindungi kapal Sekutu. Misalnya, kapal jelajah ringan Jerman SMS Emden, bagian dari skadron Asia Timur yang berpusat di Tsingtao, menangkap atau menghancurkan 15 kapal dagang, serta menenggelamkan sebuah kapal jelajah Rusia dan kapal penghancur Perancis. Namun sebagian besar Skadron Asia Timur Jerman—terdiri dari kapal jelajah lapis baja Scharnhorst dan Gneisenau, kapal jelajah ringan Nürnberg dan Leipzig dan dua kapal angkut—tidak diberi perintah mencegat jalur perkapalan dan malah diperintahkan kembali ke Jerman ketika bertemu kapal perang Britania. Armada Jerman dan Dresden menenggelamkan dua kapal jelajah lapis baja pada Pertempuran Coronel, namun hampir hancur pada Pertempuran Kepulauan Falkland bulan Desember 1914, dengan Dresden dan beberapa kapal pembantu berhasil kabur, tetapi pada Pertempuran Más a Tierra kapal-kapal tadi akhirnya hancur atau ditangkap.[52]Sesaat setelah pecahnya pertempuran, Britania memulai blokade laut Jerman. Strategi ini terbukti efektif, memutuskan suplai militer dan sipil, meski blokade ini melanggar hukum internasional yang diatur oleh beberapa perjanjian internasional selama dua abad terakhir.[53] Britania membuang ranjau di perairan internasional untuk mencegah kapal apapun memasuki seluruh wilayah samudra, sehingga membahayakan kapal yang netral sekalipun.[54] Karena ada sedikit tanggapan terhadap taktik ni, Jerman mengharapkan taktik yang sama terhadap peperangan kapal selamnya yang tidak terhambat.[55]
Pertempuran Jutland (Jerman: Skagerrakschlacht, atau "Pertempuran Skagerrak") 1916 berubah menjadi pertempuran laut terbesar dalam perang ini, satu-satunya pertempuran kapal perang berskala besar dalam Perang Dunia I, dan salah satu yang terbesar dalam sejarah. Pertempuran ini terjadi pada tanggal 31 Mei – 1 Juni 1916 di Laut Utara lepas pantai Jutland. Armada Laut Lepas Kaiserliche Marine, dipimpin Wakil Laksamana Reinhard Scheer, berperang melawan Armada Besar Angkatan Laut Kerajaan, dipimpin Laksamana Sir John Jellicoe. Pertempuran ini buntu, karena Jerman, yang kalah jumlah dengan armada Britania, berhasil kabur dan mengakibatkan kerusakan lebih banyak bagi armada Britania daripada yang mereka terima. Secara strategis, Britania menguasai lautan, dan sebagian besar armada permukaan Jerman masih tertahan di pelabuhan selama perang berlangsung.[56]
Kapal-U Jerman berusaha memotong jalur suplai antara Amerika Utara dan Britania.[57] Sifat peperangan kapal selam berarti bawha serangan bisa datang tanpa peringatan, sehingga memberi kemungkinan selamat yang kecil bagi awak kapal dagang.[57][58] Amerika Serikat mengeluarkan protes, dan Jerman mengganti aturan pertempuran. Setelah penenggelaman kapal penumpang RMS Lusitania tahun 1915, Jerman berjanji tidak lagi menyerang kapal penumpang, sementara Britania mempersenjatai kapal-kapal dagangnya dan menempatkan mereka di luar perlindungan "aturan kapal jelajah" yang meminta peringatan dan penempatan awak di "tempat aman" (standar yang tidak dimiliki sekoci).[59] Akhirnya, pada awal 1917, Jerman menerapkan kebijakan peperangan kapal selam tak terbatas, menyadari bahwa Amerika Serikat akan ikut berperang.[57][60] Jerman berupaya menghambat jalur laut Sekutu sebelum Amerika Serikat dapat memindahkan pasukan dalam jumlah besar ke luar negeri, tetapi hanya mampu mengerahkan lima kapal-U jarak jauh dengan dampak yang sedikit.[57]
Perang Dunia I juga menjadi peristiwa ketika kapal angkut pesawat pertama kali dipakai dalam pertempuran, dengan HMS Furious meluncurkan pesawat Sopwith Camels dalam serangan sukses terhadap hangar Zeppelin di Tondern pada bulan Juli 1918, serta blimp untuk patroli antikapal selam.[63]
Teater Selatan
Perang di Balkan
Serbia dikuasai dalam kurun satu bulan lebih sedikit, setelah Blok Sentral, sekarang mencakup Bulgaria, mengirimkan 600.000 tentara. Pasukan Serbia, berperang di dua front dan menghadapi kekalahan telak, mundur ke Albania utara (yang sudah mereka duduki sejak awal perang[diragukan ]). Serbia kalah pada Pertempuran Kosovo. Montenegro melindungi mundurnya Serbia ke pantai Adriatik pada Pertempuran Mojkovac tanggal 6–7 Januari 1916, namun Austria pada akhirnya menduduki Montenegro. 70.000 tentara Serbia tersisa dievakuasi dengan kapal ke Yunani.[66]
Pada akhir 1915, satu pasukan Perancis-Britania mendarat di Salonika, Yunani, untuk memberi bantuan dan menekan pemerintah setempat untuk menyatakan perang terhadap Blok Sentral. Sayang sekali bagi Sekutu, Raja Constantine I yang pro-Jerman membubarkan pemerintahan Eleftherios Venizelos yang pro-Sekutu, sebelum pasukan ekspedisi Sekutu tiba.[67] Pertentangan antara raja Yunani dan Sekutu terus memuncak dengan terjadinya Skisma Nasional, yang efektif membelah Yunani menjadi wilayah yang setia pada raja dan pemerintahan sementara Venizelos di Salonika. Setelah negosiasi diplomatik intensif dan konfrontasi bersenjata di Athena antara pasukan Sekutu dan royalis (insiden Noemvriana), raja Yunani mundur dan putra keduanya, Alexander, menggantikannya. Venizelos pulang ke Athena tanggal 29 Mei 1917 dan Yunani, setelah bersatu, secara resmi bergabung di pihak Sekutu. Seluruh pasukan Yunani dimobilisasi dan mulai berpartisipasi dalam operasi militer melawan Blok Sentral di front Makedonia.
Front Makedonia pada awalnya cenderung statis. Pasukan Perancis dan Serbia menduduki kembali sedikit wilayah Makedonia dengan menaklukkan Bitola tanggal 19 November 1916 sebagai hasil dari Serangan Monastir yang membawa kestabilan di front ini.
Tentara Serbia dan Perancis akhirnya membuat terobosan, setelah sebagian besar tentara Jerman dan Austria-Hongaria ditarik. Terobosan ini penting dalam mengalahkan Bulgaria dan Austria-Hongaria, yang berujung pada kemenangan akhir PDI. Bulgaria mengalami kekalahan satu-satunya dalam perang pada Pertempuran Dobro Pole, namun beberapa hari kemudian mereka berhasil mengalahkan pasukan Britania dan Yunani pada Pertempuran Doiran demi menghindari pendudukan. Setelah Serbia menerobos perbatasan Bulgaria, Bulgaria menyerah pada tanggal 29 September 1918.[68] Hindenburg dan Ludendorff menyimpulkan bahwa keseimbangan strategi dan operasi sekarang telah beralih melawan Blok Sentral dan sehari setelah kejatuhan Bulgaria, pada pertemuan pejabat-pejabat pemerintahan, mereka mengupayakan penyelesaian secara damai secepat mungkin.[69]
Hilangnya front Makedonia menandakan bahwa jalan ke Budapest dan Wina terbuka untuk 670.000 tentara pimpinan Jenderal Franchet d'Esperey setelah menyerahnya Bulgaria memberi Blok Sentral kerugian sebanyak 278 batalion infanteri dan 1.500 senjata (sama besar dengan 25 sampai 30 divisi Jerman) yang sebelumnya mempertahankan perbatasan.[70] Komando tinggi Jerman merespon dengan mengirimkan tujuh infanteri dan satu divisi kavaleri saja, tetapi pasukan ini terlalu jauh dari front dan sudah terlambat.[70]
Kesultanan Utsmaniyah
Kesultanan Utsmaniyah bergabung dengan Blok Sentral pada perang ini, Aliansi Utsmaniyah-Jerman yang rahasia telah ditandatangani pada bulan Agustus 1914.[71] Aliansi ini mengancam teritori Kaukasus Rusia dan komunikasi Britania dengan India melalui Terusan Suez. Britania dan Perancis membuka front seberang laut melalui Kampanye Gallipoli (1915) dan Mesopotamia. Di Gallipoli, Kesultanan Utsmaniyah berhasil mengusir Britania, Perancis, dan Korps Angkatan Darat Australia dan Selandia Baru (ANZAC). Di Mesopotamia, sebaliknya, setelah Pengepungan Kut (1915–16) yang menghancurkan, pasukan Imperium Britania melakukan reorganisasi dan menduduki Baghdad pada bulan Maret 1917.Jenderal Yudenich, komandan Rusia pada 1915 sampai 1916, mengusir Turki keluar dari sebagian besar Kaukasus selatan dengan serangkaian kemenangan.[73] Bulan 1917, Adipati Agung Nicholas dari Rusia mengambil alih komando atas front Kaukasus. Nicholas berencana membangun rel kereta dari Georgia Rusia ke teritori taklukan, sehingga suplai segar bisa dikirimkan ke serangan baru tahun 1917. Sayangnya, pada bulan Maret 1917 (Februari dalam kalender Rusia pra-revolusi), Tsar dijatuhkan dalam Revolusi Februari dan Angkatan Darat Kaukasus Rusia mulai terpecah.
Dimulai oleh biro Arab dari Departemen Luar Negeri Britania Raya, Pemberontakan Arab dimulai dengan bantuan Britania bulan Juni 1916 pada Pertempuran Makkah, dipimpin Sherif Hussein dari Makkah dan berakhir dengan penyerahan Damaskus oleh Utsmaniyah. Fakhri Pasha, komandan Utsmaniyah di Madinah, bertahan selama lebih dari 2,5 tahun selama Pengepungan Madinah.[74]
Di sepanjang perbatasan Libya Italia dan Mesir Britania, suku Senussi, didorong dan dipersenjatai Turki, melakukan perang gerilya kecil terhadap tentara Sekutu. Britania terpaksa mengerahkan 12.000 tentaranya untuk menghadapi mereka dalam Kampanye Senussi. Pemberontakan mereka dipatahkan pada pertengahan 1916.[75]
Partisipasi Italia
Secara militer, Italia memiliki superioritas jumlah. Keuntungan ini akhirnya hilang, bukan hanya karena medan peperangan yang sulit, tetapi juga karena strategi dan taktik yang dipakai. Marsekal Lapangan Luigi Cadorna, seorang pendukung keras serangan frontal, ingin sekali maju hingga plato Slovenia, menduduki Ljubljana dan mengancam Wina. Rencana Cadorna tidak mencakup sulitnya medan Alpen yang bergunung-gunung, atau perubahan teknologi yang menciptakan peperangan parit, sehingga memunculkan serangkaian serangan mematikan dan buntu.
Di front Trentino, Austria-Hongaria memanfaatkan daerah pegunungan yang menguntungkan pasukan Italia. Setelah kemunduran strategis pertama, front ini masih belum berubah drastis, sementara Kaiserschützen dan Standschützen Austria menghadapi Alpini Italia dalam pertempuran alot sepanjang musim panas. Austria-Hongaria menyerang balik di Altopiano Asiago, menghadap Verona dan Padua, pada musim semi 1916 (Strafexpedition), namun hanya membuat sedikit kemajuan.
Berawal pada tahun 1915, Italia di bawah pimpinan Cadorna mengadakan sebelas serangan di front Isonzo di sepanjang Sungai Isonzo, timur laut Trieste. Kesebelas serangan tersebut digagalkan oleh Austria-Hongaria, yang menguasai dataran yang lebih tinggi. Pada musim panas 1916, Italia menduduki kota Gorizia. Setelah kemenangan kecil ini, front tetap statis selama setahun meski Italia melakukan beberapa serangan. Pada musim gugur 1917, berkat situasi yang membaik di front Timur, tentara Austria-Hongaria menerima banyak sekali bantuan, termasuk Stormtrooper dan pasukan elit Alpenkorps Jerman.
Partisipasi Rumania
Bulan Januari 1918, pasukan Rumania menguasai Bessarabia setelah AD Rusia meninggalkan provinsi tersebut. Melalui perjanjian yang ditandatangani pemerintah Rumania dan Rusia Bolshevik pasca pertemuan tanggal 5–9 Maret 1918 tentang penarikan pasukan Rumania dari Bessarabia dalam kurun dua bulan, pada tanggal 27 Maret 1918 Rumania memasukkan Bessarabia ke dalam teritorinya, secara formal berdasarkan pada resolusi yang disahkan majelis teritori setempat tentang penyatuan dengan Rumania.
Rumania secara resmi berdamai dengan Blok Sentral dengan menandatangani Perjanjian Bukares tanggal 7 Mei 1918. Rumania wajib mengakhiri perang dengan Blok Sentral dan membuat sedikit konsensi teritori ke Austria-Hongaria, memberikan kendali atas sejumlah celah di Pegunungan Carpathia, dan memberi konsesi minyak ke Jerman. Sebagai imbalannya, Blok Sentral mengakui kedaulatan Rumania atas Bessarabia. Perjanjian ini dihapus bulan Oktober 1918 oleh pemerintahan Alexandru Marghiloman, dan Rumania kembali masuk kancah perang pada tanggal 10 November 1918. Keesokan harinya, Perjanjian Bukares dinulifikasi sesuai ketentuan Gencatan Senjata Compiègne.[83][84] Total korban Rumania sejak 1914 sampai 1918, militer dan sipil di perbatasan lama diperkirakan mencapai 784.000 jiwa.[85]
Peran India
Info lebih lanjut: Perang Inggris-Afghanistan Ketiga dan Konspirasi Hindu-Jerman
Berbeda dengan kekhawatiran Britania akan terjadinya pemberontakan di
India, pecahnya Perang Dunia I malah memunculkan loyalitas dan niat
baik terhadap Britania Raya.[86][87] Para pemimpin politik India dari Kongres Nasional India
dan kelompok-kelompok lain mau mendukung upaya perang Britania karena
yakin bahwa dukungan kuat untuk perang akan mendorong disetujuinya Pemerintahan Bebas India. Angkatan Darat India
mengalahkan jumlah Angkatan Darat Britania pada awal perang; sekitar
1,3 juta tentara dan pekerja India tersebar di Eropa, Afrika, dan Timur
Tengah, sementara pemerintah pusat dan negara kepangeranan
mengirimkan suplai makanan, uang, dan amunisi dalam jumlah besar.
Secara keseluruhan, 140.000 tentara ditempatkan di Front Barat dan
hampir 700.000 tentara di Timur Tengah. Total korban dari tentara India
sepanjang Perang Dunia I berjumlah 47.746 gugur dan 65.126 terluka.[88]
Penderitaan akibat perang serta kegagalan pemerintah Britania untuk
memberikan pemerintahan bebas kepada India setelah perang berakhir
memunculkan disilusi dan mendorong kampanye kemerdekaan penuh yang kelak dipimpin oleh Mohandas Karamchand Gandhi dan teman-temannya.Front Timur
Tindakan awal
Saat Front Barat mencapai kebuntuan, perang terus berlanjut di Eropa Timur. Rencana awal Rusia adalah melakukan invasi bersamaan terhadap Galisia Austria dan Prusia Timur Jerman. Meski serbuan awal Rusia ke Galisia sukses besar, Rusia dipukul mundur dari Prusia Timur oleh Hindenburg dan Ludendorff di Tannenberg dan Danau Masurian bulan Agustus dan September 1914.[89][90] Basis industri Rusia yang kurang maju dan kepemimpinan militernya yang tidak efektif juga memainkan peran dalam peristiwa selanjutnya. Pada musim semi 1915, Rusia mundur ke Galisia, dan pada bulan Mei, Blok Sentral melakukan terobosan luar biasa di front selatan Polandia.[91] Pada tanggal 5 Agustus, mereka menduduki Warsawa dan mengusir Rusia dari Polandia.Revolusi Rusia
Bulan Maret 1917, demonstrasi di Petrograd memuncak dengan pengunduran diri Tsar Nicholas II dan penyusunan Pemerintah Darurat lemah yang berbagi kekuasaan dengan sosialis Petrograd Soviet. Pembentukan ini menciptakan kebingungan dan kekacauan baik di garis depan dan dalam negeri. Angkatan darat pun semakin tidak efektif.[91]
Melalui adopsi Perjanjian Brest-Litovsk, Entente tidak lagi berdiri. Pasukan Sekutu memimpin invasi kecil ke Rusia, pertama untuk menghentikan Jerman mengeksploitasi sumber daya alam Rusia, dan kedua untuk mendukung "Kaum Putih" (lawan dari "Kaum Merah") pada Perang Saudara Rusia.[94] Tentara Sekutu mendarat di Arkhangelsk dan Vladivostok.
Rencana Blok Sentral untuk negosiasi damai
1917–1918
Perkembangan tahun 1917
Peristiwa tahun 1917 terbukti menentukan dalam mengakhiri perang, meski dampaknya tidak terasa penuh sampai 1918.Blokade laut Britania mulai memberi dampak serius terhadap Jerman. Sebagai tanggapan, pada bulan Februari 1917, Staf Jenderal Jerman meyakinkan Kanselir Theobald von Bethmann-Hollweg untuk menggelar perang kapal selam tanpa batas, dengan tujuan membuat Britania menarik diri dari perang. Para perencana Jerman memperkirakan bahwa perang kapal selam tanpa batas akan merugikan Britania 600.000 ton kapal per bulannya. Staf Jenderal mengakui bahwa kebijakan ini mungkin nyaris membawa Amerika Serikat ke dalam konflik ini, namun memperkirakan bahwa kerugian perkapalan Britania begitu tinggi sehingga mereka bisa dipaksa meminta perdamaian setelah 5 sampai 6 bulan, sebelum intervensi Amerika Serikat berpengaruh terhadap konflik. Kenyataannya, tonase kapal yang tenggelam di atas 500.000 ton per bulan mulai Februari sampai Juli. Jumlah ini meningkat menjadi 860.000 ton pada bulan April. Setelah Juli, sistem konvoi baru yang diperkenalkan kembali menjadi sangat efektif mengurangi ancaman kapal-U. Britania selamat dari ketiadaan armada kapal, sementara produksi industri Jerman jatuh, dan tentara Amerika Serikat ikut berperang dalam jumlah besar lebih cepat daripada yang diperkirakan Jerman.
Kemenangan Austria-Hongaria dan Jerman pada Pertempuran Caporetto mendorong Sekutu di Konferensi Rapallo membentuk Dewan Perang Agung untuk mengoordinasikan perencanaan. Sebelumnya, pasukan Britania dan Perancis beroperasi di bawah komando yang berbeda.
Konflik Kesultanan Utsmaniyah 1917
Bulan Maret dan April 1917, pada Pertempuran Gaza Pertama dan Kedua, pasukan Jerman dan Utsmaniyah menghentikan laju Pasukan Ekspedisi Mesir yang telah dimulai bulan Agustus 1916 di Romani. Pada akhir Oktober, Kampanye Sinai dan Palestina dilanjutkan setelah Korps XX, Korps XXI, dan Korps Berkuda Gurun Jenderal Edmund Allenby memenangkan Pertempuran Beersheba. Dua pasukan Utsmaniyah dikalahkan beberapa minggu kemudian pada Pertempuran Yerusalem. Pada saat itu, Friedrich Freiherr Kress von Kressenstein diberhentikan dari jabatannya sebagai komandan Angkatan Darat ke-8 dan digantikan oleh Djevad Pasha, dan beberapa bulan kemudian komandan Angkatan Darat Utsmaniyah di Palestina, Erich von Falkenhayn, digantikan oleh Otto Liman von Sanders.Keikutsertaan Amerika Serikat
Non-intervensi
Saat pecah perang, Amerika Serikat mengambil kebijakan non-intervensi, yaitu menghindari konflik tetapi mencoba menciptakan perdamaian. Ketika sebuah kapal-U Jerman menenggelamkan kapal pesiar Britania RMS Lusitania tanggal 7 Mei 1915 yang juga menewaskan 128 warga negara Amerika Serikat, Presiden Woodrow Wilson menegaskan bahwa "Amerika Serikat terlalu bangga untuk berperang", tetapi menuntut berakhirnya serangan terhadap kapal penumpang. Jerman patuh. Wilson gagal mencoba memediasi penyelesaian. Akan tetapi, ia juga berkali-kali memperingatkan bahwa A.S. tidak akan menoleransi perang kapal selam tanpa batas karena melanggar hukum internasional. Mantan presiden Theodore Roosevelt menyebut aksi Jerman sebagai "pembajakan".[100] Wilson menang tipis dalam pemilu presiden 1916 karena para pendukungnya menyatakan bahwa "ia menjauhkan kami dari perang".Bulan Januari 1917, Jerman melanjutkan perang kapal selam tanpa batasnya, menyadari bahwa Amerika Serikat kelak ikut dalam perang. Menteri Luar Negeri Jerman, dalam Telegram Zimmermann, mengundang Meksiko bergabung sebagai sekutu Jerman melawan Amerika Serikat. Sebagai imbalannya, Jerman akan mendanai perang Meksiko dan membantu mereka mencaplok kembali teritori Texas, New Mexico, dan Arizona.[101] Wilson merilis telegram Zimmerman ke publik, dan warga AS memandangnya sebagai casus belli—penyebab perang. Wilson meminta elemen-elemen antiperang untuk mengakhiri semua perang dengan memenangkan yang satu ini dan menghapus militerisme dari dunia. Ia berpendapat bahwa perang begitu penting sehingga A.S. harus punya suara dalam konferensi perdamaian.[102]
Pernyataan perang A.S. terhadap Jerman
Setelah penenggelaman tujuh kapal dagang A.S. oleh kapal selam Jerman dan penerbitan telegram Zimmerman, Wilson menyatakan perang terhadap Jerman,[103] yang dinyatakan pada tanggal 6 April 1917 oleh Kongres A.S..Partisipasi aktif A.S. pertama
Amerika Serikat secara formal tidak pernah menjadi anggota Sekutu, tetapi menjadi "Kekuatan Terkait" yang diberi nama sendiri. Amerika Serikat memiliki pasukan kecil, namun setelah pengesahan UU Dinas Selektif, pemerintah mewajibkan militer untuk 2,8 juta pria,[104] dan pada musim panas 1918 Amerika Serikat mengirim 10.000 tentara baru ke Perancis setiap hari. Pada tahun 1917, Kongres A.S. memberikan kewarganegaraan A.S. kepada warga Puerto Rico saat mereka mendaftar untuk ikut serta dalam Perang Dunia I sebagai bagian dari UU Jones. Jerman telah salah perkiraan, percaya bahwa dibutuhkan beberapa bulan sebelum tentara Amerika Serikat datang sehingga kedatangannya bisa dihentikan kapal-U.[105]Angkatan Laut Amerika Serikat mengirimkan gugus kapal perang ke Scapa Flow untuk bergabung dengan Armada Besar Britania, kapal penghancur ke Queenstown, Irlandia, dan kapal selam untuk membantu melindungi konvoi. Beberapa resimen Marinir A.S. juga dikerahkan ke Perancis. Britania dan Perancis ingin pasukan A.S. dipakai untuk memperkuat tentara mereka yang sudah ditempatkan di lini pertempuran dan tidak menyia-nyiakan kapal kosong untuk membawa persediaan. A.S. menolak permintaan pertama dan menerima yang kedua. Jenderal John J. Pershing, komandan Pasukan Ekspedisi Amerika Serikat (AEF), menolak memecah pasukan A.S. agar dipakai sebagai bantuan untuk pasukan Imperium Britania dan Perancis. Sebagai pengecualian, ia mengizinkan resimen tempur Afrika-Amerika untuk bergabung dengan divisi Perancis. Harlem Hellfighters berperang sebagai bagian dari Divisi ke-16 Perancis, mendapatkan Croix de Guerre atas aksi mereka di Chateau-Thierry, Belleau Wood, dan Sechault.[106] Doktrin AEF menuntut serangan frontal, yang sejak lama ditiadakan oleh komandan Imperium Britania dan Perancis karena banyak memakan korban jiwa.[107]
Tawaran perdamaian terpisah Austria
Tahun 1917, Kaisar Charles I dari Austria secara rahasia mengupayakan negosiasi perdamaian terpisah dengan Clemenceau, bersama saudara istrinya Sixtus di Belgia sebagai penengah, tanpa sepengetahuan Jerman. Ketika negosiasi gagal, upayanya diketahui Jerman dan mengakibatkan bencana diplomatik.[108][109]Serangan Musim Semi Jerman 1918
Jenderal Jerman Erich Ludendorff membuat rencana (dijuluki Operasi Michael) untuk serangan tahun 1918 di Front Barat. Serangan Musim Semi bermaksud memecah pasukan Britania dan Perancis melalui serangkaian penipuan dan serbuan. Pimpinan militer Jerman berharap bisa memberi pukulan menentukan sebelum tentara A.S. tiba. Operasi ini dimulai tanggal 21 Maret 1918 melalui serangan terhadap pasukan Britania dekat Amiens. Pasukan Jerman memperoleh wilayah sejauh 60 kilometre (37 mil).[110]Parit Britania dan Perancis diterobos menggunakan taktik infiltrasi baru, disebut juga taktik Hutier sesuai nama Jenderal Oskar von Hutier. Sebelumnya, serangan memiliki ciri pengeboman artileri panjang dan serangan massal. Akan tetapi, pada Serangan Musim Semi 1918, Ludendorff jarang memakai artileri dan menyisipkan sekelompok kecil infanteri di titik-titik lemah. Mereka menyerang wilayah komando dan logistik dan menerobos titik-titik perlawanan sengit. Infanteri bersenjata berat kemudian menghancurkan posisi-posisi terisolasi ini. Keberhasilan Jerman sangat bergantung pada elemen kejutan.[111]
Front ini pindah ke daerah 120 kilometre (75 mil) dari kota Paris. Tiga senjata kereta berat Krupp menembakkan 183 bom ke ibu kota, mengakibatkan banyak warga Paris mengungsi. Serangan awal begitu sukses sampai-sampai Kaiser Wilhelm II menetapkan 24 Maret sebagai hari libur nasional. Banyak warga Jerman mengira kemenangan sudah dekat. Setelah bertempur sengit, serangan ini terhambat. Ketiadaan tank atau artileri motor membuat Jerman tidak mampu mengonsolidasikan keberhasilan mereka. Suasana juga diperburuk oleh jalur suplai yang sekarang diperpanjang akibat serbuan mereka.[112] Penghentian mendadak ini juga akibat dari empat divisi Pasukan Imperium Australia (AIF) yang "memaksa" menyerang dan melakukan apa yang belum pernah dilakukan pasukan manapun: menghentikan serbuan Jerman di tengah perjalanan. Pada saat itu, divisi Australia pertama secara terburu-buru dikirim lagi ke utara untuk menghentikan serbuan Jerman kedua.
Setelah Operasi Michael, Jerman melancarkan Operasi Georgette terhadap pelabuhan-pelabuhan utara Selat Inggris. Sekutu menghadang upaya tersebut setelah Jerman sempat menguasai sedikit wilayah. Angkatan Darat Jerman di selatan kemudian melancarkan Operasi Blücher dan Yorck, bergerak terus menuju Paris. Operasi Marne dimulai tanggal 15 Juli yang berusaha mengepung Reims dan memulai Pertempuran Marne Kedua. Serangan balasannya memulai Serangan Seratus Hari dan menandakan serangan perang Sekutu pertama yang sukses.
Tanggal 20 Juli, Jerman berada di seberang Marne di garis awal Kaiserschlacht-nya,[114] gagal memenangkan apapun. Setelah fase terakhir perang di barat, AD Jerman tidak pernah mencapai kembali tujuannya. Korban Jerman antara Maret dan April 1918 sebanyak 270.000 jiwa, termasuk para tentara serbu yang sangat terlatih.
Sementara itu, Jerman terpecah di dalam negeri. Protes anti-perang semakin sering diadakan dan moral militer jatuh. Produksi industri mencapai 53 persen dari jumlah produksi tahun 1913.
Konflik Kesultanan Utsmaniyah 1918
Pada awal tahun 1918, garis depan pertempuran diperpanjang hingga Lembah Yordania yang terus diduduki, setelah serangan Transyordania Pertama dan Transyordania Kedua oleh pasukan Imperium Britania bulan Maret dan April 1918, sampai musim panas. Sepanjang bulan Maret, sebagian besar infanteri Britania dari Pasukan Ekspedisi Mesir dan kavaleri Yeomanry dikirim berperang di Front Barat sebagai akibat Serangan Musim Semi. Mereka digantikan oleh satuan Angkatan Darat India. Selama beberapa bulan reorganisasi dan pelatihan pada musim panas, sejumlah serangan dilancarkan di beberapa bagian garis depan Utsmaniyah. Serangan tersebut mendorong garis depan ke utara di posisi yang lebih menguntungkan bagi persiapan serangan dan menyiapkan infanteri AD India yang baru tiba. Baru pada pertengahan September pasukan bersatu ini siap melakukan operasi besar-besaran.Pasukan Ekspedisi Mesir yang direorganisasi, bersama divisi berkuda tambahan, memecah belah pasukan Utsmaniyah pada Pertempuran Megiddo bulan September 1918. Dalam dua hari, infanteri Britania dan India, dibantu taktik merayap, berhasil memecah garis depan Utsmaniyah dan mencaplok markas besar Angkatan Darat Kedelapan di Tulkarm, jalur parit bersambungan di Tabsor, Arara, dan markas besar Angkatan Darat Ketujuh di Nablus. Korps Berkuda Gurun masuk lewat celah garis depan yang dibuat infanteri tadi selama operasi dilaksanakan tanpa henti oleh brigade Berkuda Ringan Australia, Yeomanry berkuda Britania, Lancers India, dan Bedil Berkuda Selandia Baru. Di Lembah Jezreel, mereka menduduki Nazareth, Afulah dan Beisan, Jenin, dan Haifa di pesisir Mediterania dan Daraa di timur Sungai Yordan di jalur kereta Hijaz. Samakh dan Tiberias di Laut Galilea diduduki dalam perjalanan ke utara menuju Damaskus. Sementara itu, Pasukan Chaytor yang terdiri dari pasukan berkuda ringan Australia, pasukan bedil berkuda Selandia Baru, infanteri India, Hindia Barat Britania, dan Yahudi menduduki penyeberangan Sungai Yordan, Es Salt, Amman, dan sebagian besar Angkatan Darat Keempat di Ziza. Gencatan Senjata Mudros ditandatangani pada akhir Oktober yang mengakhiri perang dengan Kesultanan Utsmaniyah, sementara perang terus berlangsung di sebelah utara Aleppo.
Negara-negara baru di zona perang
Pada akhir musim semi 1918, tiga negara baru berdiri di Kaukasus Selatan, yaitu Republik Demokratik Armenia, Republik Demokratik Azerbaijan, dan Republik Demokratik Georgia, yang menyatakan merdeka dari Kekaisaran Rusia.[115] Dua entitas minor lain juga berdiri, yaitu Kediktatoran Sentrokaspia (dilikuidasi oleh Azerbaijan pada musim gugur 1918) dan Republik Kaukasia Barat Daya (dilikuidasi oleh satuan tugas gabungan Armenia-Britania pada awal 1919). Melalui penarikan pasukan Rusia dari front Kaukasus pada musim dingin 1917–18, tiga republik besar tersebut bersiap menghadapi serbuan Utsmaniyah selanjutnya, yang dimulai pada bulan-bulan pertama 1918. Solidaritas terbentuk sementara ketika Republik Federatif Transkaukasia didirikan pada musim semi 1918 dan runtuh bulan Mei, ketika Georgia meminta dan menerima perlindungan dari Jerman dan Azerbaijan membuat perjnajian degnan Kesultanan Utsmaniyah yang lebih mirip dengan aliansi militer. Armenia dibiarkan bertahan sendiri dan berjuang selama lima bulan melawan ancaman pendudukan penuh oleh Turki Utsmaniyah.[116]Kemenangan Sekutu: Musim panas dan gugur 1918
Serangan balasan Sekutu, dikenal sebagai Serangan Seratus Hari, dimulai pada tanggal 8 Agustus 1918. Pertempuran Amiens pecah dengan Korps III Angkatan Darat Keempat Britania Raya di sebelah kiri, Angkatan Darat Pertama Perancis di sebelah kanan, dan Korps Australia dan Kanada memimpin serangan di tengah melalui Harbonnières.[117][118] Serangan ini melibatkan 414 tank tipe Mark IV dan Mark V dan 120.000 prajurit. Mereka bergerak 12 kilometre (7.5 mil) ke dalam teritori dudukan Jerman dalam kurun tujuh jam saja. Erich Ludendorff menyebut hari itu sebagai "Hari Kelam Angkatan Darat Jerman".[117][119]Front Angkatan Darat Ketiga Britania sepanjang 15-mil (24 km) di sebelah utara Albert berhasil membuat kemajuan setelah buntu selama satu hari melawan garis perlawanan utama yang merupakan batas penarikan pasukan musuh.[121] Angkatan Darat Keempat Britania pimpinan Rawlinson berhasil menekan garis kirinya sampai wilayah antara Albert dan Somme, meluruskan garis antara posisi Angkatan Darat Ketiga dan front Amiens, yang berakhir dengan penaklukan kembali Albert pada saat yang sama.[120] Tanggal 26 Agustus, Angkatan Darat Pertama Britania di sebelah kiri Angkatan Darat Ketiga terlibat dalam pertempuran, sehingga memperpanjang front ke utara melewati Arras. Korps Kanada, sudah kembali di garis depan Angkatan Darat Pertama, bergerak dari Arras ke timur 5 mil (8 km) melewati wilayah Arras-Cambrai yang dipertahankan habis-habisan sebelum mencapai pertahanan terluar Garis Hindenburg, dan berhasil menerobosnya pada tanggal 28 dan 29 Agustus. Bapaume jatuh tanggal 29 Agustus ke tangan Divisi Selandia Baru Angkatan Darat Ketiga, dan Australia, masih memimpin pergerakan AD Keempat, kembali mampu menekan musuh di Amiens untuk menduduki Peronne dan Mont Saint-Quentin tanggal 31 Agustus. Jauh ke selatan, AD Pertama dan Ketiga Perancis bergerak lambat, sementara AD Kesepuluh, yang sekarang sudah melintasi Ailette dan berada di timur Chemin des Dames, mendekati posisi Alberich di Garis Hindenburg.[122] Sepanjang minggu terakhir Agustus, tekanan di front sepanjang 70-mil (113 km) melawan musuh sangat berat dan tidak berhenti-henti. Dari kesaksian Jerman, "Setiap hari dihabiskan dalam pertempuran berdarah melawan musuh yang selalu menyerbu, dan malam dihabiskan tanpa tidur dalam pergerakan mundur ke garis baru."[120] Bahkan di sebelah utara di Flandria, AD Kedua dan Kelima Britania selama Agustus dan September mampu membuat kemajuan, menawan tentara musuh dan posisi yang sebelumnya mengalahkan mereka.[122]
Pada bulan September, Jerman terus melancarkan serangan pertahanan belakang dan berbagai serangan balasan di daerah-daerah yang hilang, tetapi hanya sedikit yang berhasil, namun sementara saja. Kota, desa, perbukitan, dan parit yang diperebutkan di Garis Hindenburg terus jatuh ke tangan Sekutu, dengan BEF sendiri menawan 30.441 tentara pada minggu terakhir September. Pergerakan kecil ke timur kelak menyusul kemenangan Angkatan Darat Ketiga di Ivincourt tanggal 12 September, Angkatan Darat Keempat di Epheny tanggal 18 September, dan pencaplokan Essigny-le-Grand oleh Perancis keesokan harinya. Pada tanggal 24 September, serangan akhir oleh Britania dan Perancis di front sepanjang 4-mil (6.4 km) terjadi 2 mil (3.2 km) dari St. Quentin.[122] Dengan pos luas dan garis pertahanan awal Posisi Siegfried dan Alberich berhasil dimusnahkan, Jerman saat ini sepenuhnya bertahan di Garis Hindenburg. Dengan posisi Wotan di garis itu telah diterobos dan posisi Siegfried terancam dibelokkan dari utara, sudah saatnya Sekutu menyerbu sisa bentangan garis tersebut.
Serangan di Garis Hindenburg dimulai tanggal 26 September dan melibatkan tentara A.S. Tentara Amerika yang masih baru mengalami masalah dengan suplai untuk pasukan besar di daerah yang tidak bersahabat.[125] Minggu selanjutnya, pasukan gabungan Perancis dan Amerika merangsek ke Champagne pada Pertempuran Blanc Mont Ridge, mengusir Jerman dari posisi komandonya, dan maju mendekati perbatasan Belgia.[126] Kota Belgia terakhir yang dibebaskan sebelum gencatan senjata adalah Ghent, yang dipertahankan Jerman sebagai patokan tempur sampai Sekutu melibatkan artileri.[127][128] Pasukan Jerman harus memperpendek frontnya dan memakai perbatasan Belanda sebagai patokan serangan pertahanan belakang.
Sementara itu, berita tentang kekalahan militer Jerman yang sudah dekat menyebar ke seluruh angkatan bersenjata Jerman. Ancaman desersi semakin besar. Laksamana Reinhard Scheer dan Ludendorff memutuskan melancarkan usaha terakhir untuk mengembalikan "kebanggaan" Angkatan Laut Jerman. Tahu bahwa pemerintahan Pangeran Maximilian dari Baden akan memveto tindakan apapun, Ludendorff memutuskan untuk tidak memberitahunya. Sayangnya, berita tentang serangan lanjutan diketahui para marinir di Kiel. Banyak yang menolak menjadi bagian dari serangan laut yang dirasa bersifat bunuh diri dan mereka memberontak dan ditahan. Ludendorff disalahkan dan Kaiser memecatnya pada tanggal 26 Oktober. Keruntuhan Balkan berarti Jerman akan kehilangan suplai minyak dan makanan utamanya. Cadangannya sudah habis, bahkan saat tentara A.S. terus tiba dengan jumlah 10.000 orang per hari.[131]
Menderita lebih dari 6 juta korban, Jerman mencari perdamaian. Pangeran Maximilian dari Baden memimpin pemerintahan baru sebagai Kanselir Jerman untuk bernegosiasi dengan Sekutu. Negosiasi telegraf dengan Presiden Wilson segera dimulai dengan harapan ia akan memberi permintaan yang lebih baik daripada Britania dan Perancis. Harapan tersebut sia-sia karena Wilson malah meminta Kaiser mengundurkan diri. Tidak ada perlawanan ketika Philipp Scheidemann dari Partai Demokrat Sosial menyatakan Jerman sebagai negara republik pada tanggal 9 November. Kekaisaran Jerman tidak berdiri lagi dan Jerman baru telah didirikan dengan nama Republik Weimar.[132]
Gencatan senjata dan penyerahan diri
Tanggal 24 Oktober, Italia memulai pergerakan yang berhasil menguasai kembali teritori yang hilang setelah Pertempuran Caporetto. peristiwa ini memuncak pada Pertempuran Vittorio Veneto, yang menandai akhir dari Angkatan Darat Austria-Hongaria sebagai sebuah pasukan perang yang efektif. Serangan ini juga mendorong disintegrasi Kekaisaran Austria-Hongaria. Selama minggu terakhir Oktober, deklarasi kemerdekaan dibuat di Budapest, Praha, dan Zagreb. Tanggal 29 Oktober, otoritas kekaisaran meminta gencatan senjata dengan Italia. Tetapi Italia terus bergerak maju, mencapai Trento, Udine, dan Trieste.. Tanggal 3 November, Austria-Hongaria mengirimkan bendera putih untuk meminta gencatan senjata. Persyaratan yang disampaikan melalui telegraf oleh pemimpin Sekutu di Paris dikirim ke komandan Austria dan diterima. Gencatan senjata dengan Austria ditandatangani di Villa Giusti, dekat Padua, tanggal 3 November. Austria dan Hongaria menandatangani gencatan senjata terpisah setelah penggulingan Monarki Habsburg.
Setelah pecahnya Revolusi Jerman 1918–1919, sebuah republik diproklamasikan tanggal 9 November. Kaiser mengungsi ke Belanda.
Tanggal 11 November pukul 05:00, gencatan senjata dengan Jerman ditandatangani di sebuah gerbong kereta di Compiègne. Pukul 11:00 tanggal 11 November 1918 — "jam sebelas hari sebelas bulan sebelas" — gencatan senjata diberlakukan. Selama enam jam antara penandatanganan gencatan senjata tersebut dan penerapannya, pasukan yang saling berperang di Front Barat mulai menarik diri dari posisi mereka, tetapi terus bertempur di sejumlah wilayah front karena para komandan ingin mencaplok wilayah sebelum perang berakhir. Prajurit Kanada George Lawrence Price ditembak seorang penembak jitu Jerman pada pukul 10:57 dan tewas pukul 10:58.[135] Prajurit Amerika Serikat Henry Gunther gugur 60 detik sebelum gencatan senjata diterapkan saat sedang berlari menyerbu tentara Jerman yang terkejut dan tahu bahwa gencatan senjata sudah dekat.[136] Prajurit Britania terakhir yang gugur adalah George Edwin Ellison. Korban terakhir dalam perang ini adalah seorang Jerman, Letnan Thomas, yang setelah pukul 11:00 sedang berjalan menyusuri garis depan untuk memberitahu tentara Amerika Serikat yang belum diberitahu tentang gencatan senjata bahwa mereka akan mengosongkan bangunan di belakang mereka.[137] Pendudukan Rhineland terjadi setelah gencatan senjata. Pasukan pendudukan terdiri dari pasukan Amerika Serikat, Belgia, Britania, dan Perancis.
Superioritas Sekutu dan legenda pengkhianatan, November 1918
Pada bulan November 1918, Sekutu memiliki suplai prajurit dan material yang cukup untuk menyerbu Jerman. Namun pada saat gencatan senjata, tidak ada pasukan Sekutu yang melintasi perbatasan Jerman; Front Barat masih 900 mil (1,400 km) jauhnya dari Berlin; dan pasukan Kaiser telah mundur dari medan perang secara baik-baik. Faktor-faktor tersebut memungkinkan Hindenburg dan pemimpin Jerman senior lainnya menyebar berita bahwa pasukan mereka belum benar-benar dikalahkan. Ini berujung pada legenda pengkhianatan,[138][139] yang menyebut kekalahan Jerman bukan karena ketidakmampuannya melanjutkan peperangan (meski hampir satu juta tentara menderita wabah flu 1918 dan tidak bisa berperang), tetapi kegagalan publik merespon "panggilan patriotik"-nya dan dugaan sabotase perang internasional, terutama oleh kaum Yahudi, Sosialis, dan Bolshevik.Perjanjian Versailles, Juni 1919
Keadaan perang formal antara kedua pihak terus berlanjut selama tujuh bulan selanjutnya sampai penandatanganan Perjanjian Versailles dengan Jerman pada tanggal 28 Juni 1919. Akan tetapi, publik Amerika Serikat menolak ratifikasi perjanjian tersebut, terutama karena Liga Bangsa-Bangsalah perjanjian tersebut dibuat; A.S. tidak mengakhiri secara resmi keikutsertaannya dalam perang sampai Resolusi Knox-Porter ditandatangani tahun 1921. Setelah Perjanjian Versailles, perjanjian dengan Austria, Hongaria, Bulgaria, dan Kesultanan Utsmaniyah ditandatangani. Namun, negosiasi perjanjian terakhir dengan Kesultanan Utsmaniyah diikuti oleh perselisihan (Perang Kemerdekaan Turki), dan perjanjian damai terakhir antara Blok Sekutu dan negara yang segera menjadi Republik Turki baru ditandatangani pada tanggal 24 Juli 1923 di Lausanne.Sejumlah tugu peringatan perang menyebut akhir perang adalah ketika Perjanjian Versailles ditandatangani tahun 1919, yaitu ketika banyak tentara yang berdinas di luar negeri akhirnya pulang ke negara masing-masing; sebaliknya, banyak peringatan berakhirnya perang terpusat pada gencatan senjata tanggal 11 November 1918. Secara hukum, perjanjian damai formal belum selesai sampai ditandatanganinya perjanjian terakhir, yaitu Perjanjian Lausanne. Sesuai ketentuannya, pasukan Sekutu keluar dari Konstantinopel tanggal 23 Agustus 1923.
Teknologi
Artileri juga mengalami revolusi. Tahun 1914, meriam diposisikan di garis depan dan ditembakkan langsung ke target. Tahun 1917, tembakan tidak langsung dengan senjata (disertai mortir dan bahkan senjata mesin) biasa dilakukan, memakai teknik baru mencari dan mengukur, terutama pesawat dan telepon lapangan yang sering diabaikan. Misi kontra-baterai biasa dilakukan dan deteksi suara dipakai untuk melacak keberadaan baterai musuh.
Jerman jauh lebih maju daripada Sekutu dalam memanfaatkan tembakan berat tidak langsung. Angkatan Darat Jerman memakai howitzer 150 dan 210 mm pada tahun 1914, sementara senjata Perancis dan Britania hanya 75 dan 105 mm. Britania memiliki howiter 6 inci (152 mm), tetapi sangat berat sehingga harus dirombak dulu dan disusun di medan tempur. Jerman juga memakai senjata Austria 305 mm dan 420 mm, dan sejak awal perang sudah memiliki cadangan berbagai kaliber Minenwerfer yang ideal dipakai untuk peperangan parit.[142]
Banyak pertempuran melibatkan peperangan parit yang memakan korban ratusan tentara untuk setiap yard yang diperebutkan. Sebagian besar pertempuran paling mematikan sepanjang sejarah terjadi pada Perang Dunia Pertama, seperti Ypres, Marne, Cambrai, Somme, Verdun, dan Gallipoli. Jerman memakai proses Haber fiksasi nitrogen untuk menyediakan suplai bubuk mesiu yang tetap untuk pasukan-pasukannya, meski terjadi blokade laut oleh Britania.[143] Artileri mengakibatkan jumlah korban paling banyak[144] dan mengonsumsi banyak sekali peledak. Sejumlah besar luka kepala akibat ledakan granat dan fragmentasi mendorong negara-negara terlibat mengembangkan helm baja modern, dipimpin oleh Perancis yang memperkenalkan helm Adrian pada tahun 1915. Perkembangan ini diikuti oleh helm Brodie yang dipakai tentara Imperium Britania dan A.S., dan pada tahun 1916 oleh Stahlhelm Jerman dengan perbaikan desain yang masih dipakai sampai sekarang.
"Gas! Gas! Quick, boys!... Fitting the clumsy helmets just in time; But someone still was yelling out and stumbling, And flound'ring like a man in fire or lime... Dim, through the misty panes and thick green light, As under a green sea, I saw him drowning."- Wilfred Owen, DULCE ET DECORUM EST, 1917[145] |
Senjata darat terkuat adalah senjata kereta api yang berbobot ratusan ton per unitnya. Senjata ini diberi nama Big Bertha, meski pemilik namanya bukanlah sebuah senjata kereta api. Jerman mengembangkan Paris Gun yang mampu mengebom Paris dari jarak 100 kilometre (62 mil), meski granatnya relatif ringan dengan berat 94 kilogram (210 lb). Saat Sekutu juga mempunyai senjata kereta, model Jerman jauh lebih maju dan canggih daripada Sekutu.
Penerbangan
Balon pemantau berawak, melayang jauh di atas parit, dipakai sebagai platform mata-mata stasioner, melaporkan pergerakan musuh dan mengarahkan artileri. Balon umumnya diawaki dua orang, dilengkapi parasut,[152] sehingga jika terjadi serangan udara musuh, awak balon dapat terjun dengan selamat. Pada masa itu, parasut begitu berat untuk dipakai pilot pesawat (bersama keluaran tenaga marginalnya), dan versi parasut kecil belum dikembangkan sampai akhir perang; parasut juga ditolak para pemimpin Britania yang khawatir akan menciptakan sifat pengecut.[153]
Pemutakhiran teknologi laut
Jerman mengirimkan kapal-U (kapal selam) setelah perang dimulai. Berada di antara peperangan kapal selam terbatas dan tanpa batas di Atlantik, Kaiserliche Marine memakai kapal-kapal ini untuk memutus rantai suplai penting Kepulauan Britania Raya. Kematian pelaut dagang Britania dan kehebatan kapal-U mendorong pengembangan ranjau bawah air (1916), hidrofon (sonar pasif, 1917), lampu suar, kapal selam pemburu (HMS R-1, 1917), senjata antikapal selam, dan hidrofon celup (dua perlengkapan terakhir tidak digunakan lagi pada tahun 1918).[154] Untuk memperluas operasi mereka, Jerman merancang kapal selam suplai pada tahun 1916. Kebanyakan kapal selam ditinggalkan pada masa antarperang sampai Perang Dunia II memunculkan lagi kebutuhan akan kapal selam.Pemutakhiran teknologi peperangan darat
Penyembur api dan angkutan subterania
Senjata baru lainnya, penyembur api, pertama dipakai oleh pasukan Jerman dan kemudian diadopsi oleh pasukan lain. Meski tidak bernilai taktis tinggi, penyembur api adalah senjata kuat dengan kemampuan demoralisasi yang mengakibatkan teror di medan tempur. Ini adalah senjata berbahaya karena bobotnya yang berat membuat operatornya mudah menjadi target musuh.Rel kereta parit berevolusi untuk pengiriman sejumlah besar makanan, air, dan amunisi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tentara-tentara di daerah tempat sistem transportasi konvensional telah dihancurkan. Mesin pembakaran dalam dan sistem traksi yang diperbarui untuk mobil dan truk/lori akhirnya membuat rel kereta parit kedaluwarsa.
Kejahatan perang
Genosida dan pembersihan etnis
Kekaisaran Rusia
Banyak pogrom terjadi seiring Revolusi 1917 Rusia dan Perang Saudara Rusia. 60.000–200.000 warga sipil Yahudi tewas dalam kekerasan yang terjadi di seluruh wilayah bekas Kekaisaran Rusia.[165]"Pemerkosaan Belgia"
Para penyerbu Jerman menganggap perlawanan apapun—seperti menyabotase rel kereta—sebagai tindakan ilegal dan imoral, dan menembak pelanggar dan membakar bangunan sebagai balasannya. Selain itu, mereka cenderung menganggap sebagian besar warga sipil sebagai "franc-tireurs" berpotensial, dan menangkap dan kadang membunuh tahanan dari kalangan warga sipil. Pasukan Jerman mengeksekusi lebih dari 6.500 warga sipil Perancis dan Belgia antara Agustus dan November 1914, biasanya dalam penembakan warga sipil berskala besar nyaris acak yang diperintahkan oleh perwira junior Jerman. Angkatan Darat Jerman menghancurkan 15.000-20.000 bangunan—termasuk perpustakaan universitas di Louvain—dan menciptakan gelombang pengungsi sebesar satu juta orang. Lebih dari separuh resimen Jerman di Belgia terlibat dalam insiden-insiden besar.[166] Ribuan pekerja dikirim ke Jerman untuk bekerja di pabrik. Propaganda Britania yang mendramatisir "Pemerkosaan Belgia" menarik banyak perhatian di Amerika Serikat, sementara Berlin menyatakan tindakan tersebut sah dan perlu karena ancaman para "franc-tireurs" (gerilya) seperti yang terjadi di Perancis tahun 1870.[167] Britania dan Perancis membesar-besarkan laporan tersebut dan menyebarluaskannya di dalam negeri dan Amerika Serikat, tempat mereka memainkan peran besar dalam menghapus dukungan untuk Jerman.[168][169]Pengalaman tentara
Tawanan perang
Jerman menahan 2,5 juta tentara; Rusia menahan 2,9 juta tentara; sementara Britania dan Perancis sekitar 720.000 tentara. Kebanyakan di antara mereka ditangkap tepat sebelum gencatan senjata. A.S. menahan 48.000 tentara. Saat-saat paling berbahaya adalah tindakan penyerahan diri, ketika tentara yang pasrah kadang ditembaki begitu saja.[173][174] Setelah tawanan tiba di kamp, kondisi pada umumnya memuaskan (dan lebih baik daripada Perang Dunia II), berkat upaya Palang Merah Internasional dan inspeksi oleh negara-negara netral. Akan tetapi, di Rusia lebih buruk lagi: kelaparan biasa terjadi di kalangan tawanan dan warga sipil; sekitar 15–20% dari seluruh tawanan di Rusia meninggal. Di Jerman, makanan langka, tetapi hanya 5% yang meninggal.[175][176][177]
Di Rusia, saat para tawanan dari Legiun Ceko Angkatan Darat Austria-Hongaria dibebaskan tahun 1917, mereka mempersenjatai diri kembali dan sempat menjadi kekuatan militer dan diplomatik pada Perang Saudara Rusia.
Meski tawanan Sekutu di Blok Sentral langsung dikirim pulang setelah akhir perang, perlakuan yang sama tidak diberikan kepada tawanan Blok Sentral di negara Sekutu dan Rusia. Kebanyakan dari tawanan Blok Sentral tersebut dijadikan pekerja paksa, misalnya di Perancis sampai tahun 1920. Mereka baru dibebaskan setelah Palang Merah mendekati Dewan Agung Sekutu berkali-kali.[181] Tawanan Jerman masih ditahan di Rusia sampai tahun 1924.[182]
Atase militer dan koresponden perang
Pemantai militer dan sipil dari setiap kekuatan besar mengikuti dengan saksama jalannya perang. Banyak yang mampu melaporkan suatu peristiwa dari sudut pandang yang mirip dengan posisi "tempelan" di dalam daratan dan pasukan laut musuh. Para atase militer dan pemantau lain ini mempersiapkan kesaksian langsung mengenai perang disertai tulisan analitis.Misalnya, mantan Kapten Angkatan Darat A.S. Granville Fortescue mengikuti perkembangan Kampanye Gallipoli dari sudut pandang tempelan di dalam wilayah pertahanan Turki; dan laporannya diteruskan melalui sensor Tukri sebelum dicetak di London dan New York.[183] Akan tetapi, peran pemantau ini diabaikan ketika A.S. memasuki kancah perang, sementara Fortescue langsung mendaftar ulang masuk militer dan terluka di Hutan Argonne pada Ofensif Meuse-Argonne, September 1918.[184]
Narasi perang oleh pemantau secara mendalam dan artikel jurnal profesional yang lebih sempit segera ditulis setelah perang; dan laporan pascaperang ini umumnya mengilustrasikan kehancuran medan tempur dalam konflik ini. Ini bukan pertama kalinya taktik posisi parit untuk infanteri yang dipersenjatai senjata mesin dan artileri menjadi sangat penting. Perang Rusia-Jepang juga dipantau secara saksama oleh atase militer, koresponden perang, dan pemantau lain; tetapi, dari sudut pandang abad ke-21, tampak jelas bahwa serangkaian pelajaran taktik diabaikan atau tidak dipakai dalam persiapan perang di Eropa dan seluruh Perang Besar.[185]
Dukungan dan penentangan perang
Dukungan
Di Timur Tengah, nasionalisme Arab berkobar di teritori-teritori Utsmaniyah sebagai respon atas naiknya nasionalisme Turki sepanjang perang. Para pemimpin nasionalis Arab menyuarakan pembentukan negara pan-Arab.[187] Pada tahun 1916, Pemberontakan Arab terjadi di teritori Timur Tengah milik Utsmaniyah demi mencapai kemerdekaan.[187]
Nasionalisme Italia didorong oleh pecahnya perang dan awalnya sangat didukung oleh berbagai faksi politik. Salah satu pendukung perang nasionalis Italia yang paling tekrenal adalah Gabriele d'Annunzio, yang mempromosikan iredentisme Italia dan membantu meyakinkan publik Italia untuk mendukung intervensi perang.[188] Partai Liberal Italia di bawah kepemimpinan Paolo Boselli mempromosikan intervensi perang di sisi Sekutu dan memanfaatkan Dante Aligheri Society untuk mempromosikan nasionalisme Italia.[189]
Sejumlah partai sosialis awalnya mendukugn perang ketika pecah bulan Agustus 1914.[190] Tetapi sosialis Eropa terbagi di sisi nasional, dengan konsep kelas konflik yang dipegang oleh sosialis radikal seperti kaum Marxis dan sindikalis yang muncul akibat dukungan patriotik mereka terhadap perang.[191] Setelah perang dimulai, sosialis Austria, Britania, Jerman, Perancis, dan Rusia mengikuti arus nasionalis yang bangkit dengan mendukung intervensi perang oleh negara mereka .[192]
Para sosialis Italia terbagi menjadi pendukung perang dan penentangnya; beberapa di antaranya adalah pendukung perang yang militan, termasuk Benito Mussolini dan Leonida Bissolati.[193] Akan tetapi, Partai Sosialis Italia memutuskan menentang perang setelah para pengunjuk rasa anti-militer tewas dan mengakibatkan mogok massal bernama Minggu Merah.[194] Partai Sosialis Italia membersihkan dirinya dari anggota-anggota nasionalis pro-perang, termasuk Mussolini.[194] Mussolini, seorang sindikalis yang mendukung perang atas dasar klaim iredentis wilayah berpopulasi Italia di Austria-Hongaria, membentuk organisasi pro-intervensionis Il Popolo d'Italia dan Fasci Riviluzionario d'Azione Internazionalista ("Fasci Revolusi untuk Aksi Internaisonal") pada bulan Oktober 1914 yang kelak berkembang menjadi Fasci di Combattimento tahun 1919, asal usul fasisme.[195] Nasionalisme Mussolini memungkinkan dirinya menggalang dana dari Ansaldo (firma senjata) dan perusahaan lain untuk membentuk Il Popolo d'Italia untuk meyakinkan para sosialis dan revolusionis agar mendukung perang.[196]
Pada bulan April 1918, Kongres Bangsa Terindas Roma mengadakan pertemuan, termasuk perwakilan bangsa Cekoslovak, Italia, Polandia, Transylvania, dan Yugoslav yang meminta Sekutu mendukung penentuan nasib sendiri nasional untuk orang-orang yang tinggal di dalam Austria-Hongaria.[190]
Penentangan
Benediktus XV, terpilih sebagai Paus kurang dari tiga bulan setelah Perang Dunia I, menjadikan perang dan segala akibatnya fokus utama tugas kepausan pertamanya. Berbeda dengan pendahulunya,[197] lima hari pasca-pemilihannya, ia berbicara tentang tugas dia untuk melakukan sebisanya untuk menciptakan perdamaian. Ensiklik pertamanya, Ad Beatissimi Apostolorum, dibacakan tanggal 1 November 1914, membicarakan masalah ini. Dipandang sebagai tokoh bias yang berpihak pada satu sisi dan dibenci karena melemahkan moral nasional, Benediktus XV melihat kemampuan dan posisinya yang unik sebagai duta perdamaian religius diabaikan oleh negara-negara yang terlibat.
Di Britania, tahun 1914, kamp tahunan Public Schools Officers' Training Corps diadakan di Tidworth Pennings, dekat Salisbury Plain. Kepala Angkatan Darat Britania Raya Lord Kitchener bermaksud meninjau kadetnya, tetapi pecahnya perang menggagalkan tugas tersebut. Jenderal Horace Smith-Dorrien menggantikannya. Ia membuat terkejut dua per tiga ribu kadet dengan mengatakan (mengutip Donald Christopher Smith, seorang kadeta Bermuda yang hadir), "bahwa perang harus dihindari dengan nyaris segala cara, bahwa perang tidak menyelesaikan apa-apa, bahwa seluruh Eropa dan lainna akan berantakan, dan bahwa jumlah korban tewas akan sangat besar sehingga seluruh populasi akan menyusut drastis. Akibat keteledoran kita, saya, dan banyak di antara kita, merasa hampir malu terhadap seorang Jenderal Britania yang mengeluarkan sentimen yang memuramkan dan tidak patriotik ini, tetapi selama empat tahun berikutnya, di antara kita yang selamat dari pembantaian ini—mungkin tidak lebih dari seperempat—belajar tnetang betapa benar perkiraan Jenderal dan betapa berani ia menyatakannya."[199] Mengeluarkan perkataan sentimen seperti ini tidak menghancurkan karier Smith-Dorien atau bahkan mencegahnya melakukan tugasnya pada Perang Dunia I sebaik-baiknya.
Penolakan lain berasal dari para penentang bernurani – separuh sosialis, separuh religius – yang menolak berperang. Di Britania, 16.000 orang meminta status penentang bernurani.[203] Sebagian dari mereka, terutama aktivis perdamaian paling terkenal Stephen Henry Hobhouse, menolak dinas militer dan alternatif.[204] Banyak yang dipenjara bertahun-tahun, termasuk pengurungan sendiri dan diet roti dan air. Bahkan setelah perang, di Britania banyak iklan pekerjaan diberi tanda "Kecuali penentang bernurani".
Pemberontakan Asia Tengah pecah pada musim panas 1916, ketika pemerintah Kekaisaran Rusia mengakhiri pengecualian Muslim dari dinas militer.[205]
Tahun 1917, serangkaian pemberontakan di tubuh AD Perancis berujung pada eksekusi lusinan tentara dan penahanan sejumlah besar tentara lainnya.
Di Milan bulan Mei 1917, kaum revolusi Bolshevik menyusun dan mengadakan pemberontakan yang menuntut berakhirnya perang, dan berupaya menutup pabrik-pabrik dan menghentikan operasi transportasi umum.[206] Pasukan Italia terpaksa memasuki Milan dengan tank dan senjata mesin untuk menghadapi kaum Bolshevik dan anarkis, yang bertempur habis-habisan sampai 23 Mei ketika Angkatan Darat berhasil mengambil alih kota. Hampir 50 orang (termasuk tiga tentara Italia) tewas dan lebih dari 800 orang ditahan.[206]
Tahun 1917, Kaisar Charles I dari Austria secara rahasia memasuki negosiasi damai dengan negara-negara Sekutu, dengan saudara tirinya Sixtus sebagai penengah, tanpa sepengetahuan sekutunya, Jerman. Sayangnya ia gagal akibat pemberontakan Italia.[209]
Bulan September 1917, tentara Rusia di Perancis mulai mempertanyakan mengapa mereka berperang untuk Perancis dan akhirnya memberontak.[210] Di Rusia, penolakan perang mendorong para tentara mendirikan komite revolusinya sendiri, yang membantu memulai Revolusi Oktober 1917, dengan tuntutan "roti, tanah, dan perdamaian". Kaum Bolshevik menyetujui perjanjian damai dengan Jerman berupa Perjanjian Brest-Litovsk meski berada dalam kondisi buruk.
Di Jerman Utara, Revolusi Jerman 1918–1919 terjadi pada akhir Oktober 1918. Pasukan Angkatan Laut Jerman menolak berlayar untuk operasi berskala besar terakhir dalam perang yang mereka lihat sama saja seperti bunuh diri; peristiwa ini memulai pemberontakan. pemberontakan pelayar yang kemudian terjadi di pelabuhan Wilhelmshaven dan Kiel menyebar ke seluruh Jerman dalam hitungan hari dan berujung pada proklamasi republik tanggal 9 November 1918 dan sesaat setelah itu pengunduran diri Kaiser Wilhelm II.
Wajib militer
Setelah perang ini perlahan berubah menjadi perang atrisi, wajib militer diberlakukan di sejumlah negara. Masalah ini menjadi heboh di Kanada dan Australia. Di Kanada, wajib militer memunculkan celah politik antara warga Perancis Kanada, yang percaya kesetiaan mereka hanya untuk Kanada dan bukan Imperium Britania, dan warga Inggris mayoritas, yang memandang perang sebagai sebuah tugas bagi Britania maupun Kanada. Perdana Menteri Robert Borden mengesahkan Undang-Undang Dinas Militer, sehingga mencetuskan Krisis Wajib Militer 1917. Di Australia, kampanye pro-wajib militer oleh Perdana Menteri Billy Hughes mengakibatkan perpecahan di tubuh Partai Buruh Australia, sehingga Hughes membentuk Partai Nasionalis Australia pada tahun 1917 untuk mempromosikan peraturan ini. Meski begitu, gerakan buruh, Gereja Katolik, dan ekspatriat nasionalis Irlandia berhasil menentang peraturan Hughes, yang kemudian ditolak di dua plebisit.Wajib militer diterapkan untuk setiap pria yang mampu secara fisik di Britania, enam dari sepuluh juta orang yang layak. Dari jumlah tersebut, sekitar 750.000 orang gugur dan 1.700.000 lainnya luka-luka. Kebanyakan korban tewas adalah pemuda yang belum menikah; akan tetapi, 160.000 istri kehilangan suaminya dan 300.000 anak kehilangan ayahnya.[211]
Dampak
Dampak kesehatan dan ekonomi
Belum ada perang yang berhasil mengubah peta Eropa secara dramatis. Empat kekaisaran menghilang: Jerman, Austria-Hongaria, Utsmaniyah, dan Rusia. Empat dinasti, bersama aristokrasi kunonya, jatuh setelah perang: Hohenzollern, Habsburg, Romanov, dan Utsmaniyah. Belgia dan Serbia hancur parah, seperti halnya Perancis, dengan 1,4 juta tentara gugur,[212] tidak termasuk korban lainnya. Jerman dan Rusia juga terkena dampak serupa.[213]Perang ini memberi konsekuensi ekonomi mendalam. Dari 60 juta tentara Eropa yang dimobilisasi mulai tahun 1914 sampai 1918, 8 juta di antaranya gugur, 7 juta cacat permanen, dan 15 juta luka parah. Jerman kehilangan 15,1% populasi pria aktifnya, Austria-Hongaria 17,1%, dan Perancis 10,5%.[214] Sekitar 750.000 warga sipil Jerman tewas akibat kelaparan yang disebabkan oleh blokade Britania selama perang.[215] Pada akhir perang, kelaparan telah menewaskan sekitar 100.000 orang di Lebanon.[216] Perkiraan terbaik untuk jumlah korban tewas akibat kelaparan Rusia 1921 adalah 5 juta sampai 10 juta orang.[217] Pada tahun 1922, terdapat 4,5 juta sampai 7 juta anak tanpa rumah di Rusia akibat satu dasawarsa kehancuran sejak Perang Dunia I, Perang Saudara Rusia, dan kelaparan 1920–1922.[218] Sejumlah penduduk Rusia anti-Soviet mengungsi ke negara lain setelah Revolusi; pada tahun 1930-an, kota Harbin di Cina utara menampung 100.000 warga Rusia.[219] Ribuan lainnya pindah ke Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat.
Di Australia, dampak perang terhadap ekonomi tidak terlalu parah. Perdana Menteri Hughes menulis surat untuk Perdana Menteri Britania Raya Lloyd George, "Anda telah meyakinkan kami bahwa Anda tidak bisa mendapatkan persyaratan yang lebih baik. Saya sangat menyesalkan hal tersebut, dan sekarang berharap bahwa ada suatu cara untuk menetapkan perjanjian permintaan biaya perbaikan setara dengan pengorbanan luar biasa yang dilakukan Imperium Britania dan para Sekutunya."[220] Australia menerima perbaikan perang senilai ₤5.571.720, tetapi biaya perang Australia secara langsung berjumlah ₤376.993.052, dan pada pertengahan 1930-an biaya pensiun, hadiah perang, bunga, dan dana tenggelam berjumlah ₤831.280.947.[220] Dari sekitar 416.000 tentara Australia yang berdinas, 60.000 di antaranya gugur dan 152.000 lainnya luka-luka.[221]
Wabah menyebar pada masa-masa perang yang kacau. Pada tahun 1914 saja, wabah tipus yang dibawa kutu menewaskan 200.000 orang di Serbia.[222] Mulai tahun 1918 sampai 1922, Rusia mengalami 25 juta infeksi dan 3 juta kematian akibat wabah tipus.[223] Sementara sebelum Perang Dunia I Rusia memiliki 3,5 juta kasus malaria, negara ini memiliki lebih dari 13 juta kasus pada tahun 1923.[224] Selain itu, wabah influenza besar menyebar ke seluruh dunia. Secara keseluruhan, pandemi flu 1918 menewaskan sedikitnya 50 juta orang.[225][226]
Gangguan sosial dan kekerasan luas pada Revolusi 1917 dan Perang Saudara Rusia mengakibatkan terjadinya 2.000 pogrom di bekas Kekaisaran Rusia, kebanyakan di Ukraina.[229] Sekitar 60.000–200.000 warga sipil Yahudi tewas dalam kekerasan ini.[230]
Setelah Perang Dunia I, Yunani berperang melawan kaum nasionalis Turki yang dipimpin oleh Mustafa Kemal, sebuah perang yang berakhir dengan pertukaran penduduk besar-besaran antar kedua negara di bawah Perjanjian Lausanne.[231] Menurut berbagai sumber,[232] sekian ratus ribu Yunani Pontik tewas pada masa-masa perang tersebut.[233]
Perjanjian damai dan batas negara
Setelah perang, Konferensi Perdamaian Paris memberlakukan beberapa perjanjian damai terhadap Blok Sentral. Perjanjian Versailles 1919 secara resmi mengakhiri perang ini. Ditandatangani di Titik ke-14 Wilson, Perjanjian Versailles juga mencetuskan berdirinya Liga Bangsa-Bangsa pada tanggal 28 Juni 1919.[234][235]Dalam penandatanganan perjanjian, Jerman mengaku bertanggung jawab atas perang ini dan setuju membayar perbaikan perang dalam jumlah besar dan memberikan sejumlah teritori ke pihak pemenang. "Tesis Rasa Bersalah" menjadi penjelasan kontroversial mengenai peristiwa-peristiwa terakhir di kalangan analis Britania dan Amerika Serikat Perjanjian Versailles menimblkan ketidakpuasan luar biasa di Jerman, yang dieksploitasi gerakan nasionalis, terutama Nazi, dengan teori konspirasi yang mereka sebut Dolchstosslegende (legenda pengkhianatan). Republik Weimar kehilangan jajahan kolonialnya dan dibebani tuduhan bersalah atas perang, serta membayar perbaikan akibat perang. Tidak mampu membayar dengan ekspor (akibat kehilangan teritori dan resesi pascaperang),[236] Jerman membayar dengan meminjam dari Amerika Serikat. Inflasi berkelanjutan tahun 1920-an berkontribusi pada keruntuhan ekonomi Republik Weimar, dan pembayaran perbaikan tertunda tahun 1931 setelah Kejatuhan Pasar Saham 1929 dan permulaan Depresi Besar di seluruh dunia.
Kekaisaran Rusia, yang telah menarik diri dari Perang Dunia I pada tahun 1917 setelah Revolusi Oktober, kehilangan sebagian besar wilayah baratnya dan negara-negara merdeka Estonia, Finlandia, Latvia, Lithuania, dan Polandia berdiri di sana. Bessarabia kembali bergabung dengan Rumania Raya karena sudah menjadi teritori Rumania selama lebih dari seribu tahun.[237]
Kesultanan Utsmaniyah pecah, dan sebagian besar teritori non-Anatolianya diberikan ke berbagai negara Sekutu dalam bentuk protektort. Turki sendiri disusun ulang menjadi Republik Turki. Kesultanan Utsmaniyah dipecah-pecah oleh Perjanjian Sèvres tahun 1920. Perjanjian ini tidak pernah diratifikasi oleh Sultan dan ditolak oleh gerakan republikan Turki, sehingga memunculkan Perang Kemerdekaan Turki dan berakhir dengan Perjanjian Lausanne tahun 1923.
Warisan
..."Strange, friend," I said, "Here is no cause to mourn."
"None," said the other, "Save the undone years"... |
— Wilfred Owen, Strange Meeting, 1918[145] |
Tugu peringatan
Tugu peringatan dibangun di ribuan desa dan kota. Dekat dengan medan tempur, mereka yang dimakamkan di lahan pemakaman buatan perlahan dipindahkan ke pemakaman resmi yang dirawat oleh organisasi-organisasi seperti Commonwealth War Graves Commission, American Battle Monuments Commission, German War Graves Commission, dan Le Souvenir français. Banyak di antara pemakaman yang memiliki monumen pusat yang dipersembahkan kepada korban hilang atau tidak dikenal, seperti tugu Menin Gate dan Thiepval Memorial to the Missing of the Somme.Liberty Memorial di Kansas City, Missouri, adalah sebuah tugu peringatan Amerika Serikat yang dipersembahkan kepada semua warga negara A.S. yang berdinas di Perang Dunia I. Situs Liberty Memorial diresmikan tanggal 1 November 1921. Pada hari itu, para komandan tertinggi Sekutu berbicara di hadapan 100.000 orang. Itulah satu-satunya masa dalam sejarah ketika para pemimpin tersebut berkumpul di satu tempat. Tokoh-tokoh yang hadir meliputi Letnan Jenderal Baron Jacques dari Belgia; Jenderal Armando Diaz dari Italia; Marsekal Ferdinand Foch dari Perancis; Jenderal Pershing dari Amerika Serikat; dan Laksamana D. R. Beatty dari Britania Raya. Setelah tiga tahun pembangunan, Liberty Memorial rampung dan Presiden Calvin Coolidge menyampaikan pidato khusus di hadapan 150.000 orang pada tahun 1926.
Liberty Memorial juga merupakan rumah bagi The National World War I Museum, satu-satunya museum khusus Perang Dunia I di Amerika Serikat.
Ingatan budaya
Perang Dunia Pertama memberi pengaruh besar terhadap ingatan sosial. Perang ini dipandang oleh banyak orang di Britania sebagai tanda akhir zaman stabilitas yang sudah ada sejak zaman Victoria, dan di seluruh Eropa banyak orang menganggapnya sebagai ambang batas.[240] Sejarawan Samuel Hynes menjelaskan:Generasi pemuda tak bersalah, kepala mereka dipenuhi abstraksi tinggi seperti Kehormatan, Kejayaan dan Inggris, pergi berperang untuk menjadikan dunia ini aman bagi demokrasi. Mereka dibunuh dalam pertempuran bodoh yang dirancang oleh jenderal yang bodoh pula. Mereka yang selamat terkejut, mengalami disilusi dan terpahitkan oleh pengalaman perang mereka, dan melihat bahwa musuh asli mereka bukanlah Jerman, tetapi orang-orang tua di kampung halaman yang telah membohongi mereka. Mereka menolak nilai-nilai masyarakat yang mengirimkan mereka ke perang, dan dalam melakukannya mereka memisahkan generasinya sendiri dari masa lalu dan warisan budayanya.[241]
Keyakinan-keyakinan ini tidak dibagi sepenuhnya karena mereka hanya memberikan interpretasi akurat mengenai peristiwa pada zaman perang. Dengan segala hormat, perang justru lebih rumit daripada perkataan mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, sejarawan telah berpendapat persuasif terhadap hampir setiap klise populer mengenai Perang Dunia Pertama. Sudah ditunjukkan bahwa, meski kerugiannya luar biasa, dampak terbesar mereka terbatas secara sosial dan geografis. Keragaman emosi selain horor yang dialami para tentara di dalam dan luar garis depan, termasuk persaudaraan, kebosanan, dan bahkan kenikmatan, telah diakui. Perang sekarang tidak dipandang sebagai "pertempuran omong kosong', namun sebagai perang pemikiran, sebuah perjuangan antara militerisme agresif dan kurang lebih demokrasi liberal. Sudah diketahui bahwa jenderal-jenderal Britania adalah para pria yang mampu menghadapi tantangan sulit, dan bahwa di bawah komando merekalah Angkatan Darat Britania memainkan peran penting dalam kekalahan Jerman tahun 1918: sebuah kemenangan besar yang terlupakan.[242]Meski para sejarawan menganggap segala persepsi perang sebagai "mitos",[241][243] itu hal yang biasa.[butuh rujukan] Persepsi tersebut secara dinamis berubah sesuai pengaruh kontemporer, berefleksi pada persepsi perang tahun 1950-an sebagai 'tidak bertujuan' setelah Perang Dunia Kedua yang kontras dan konflik besar pada masa-masa konflik kelas tahun 1960-an.[242] Sebagian besar tambahan terhadap kebalikannya sering ditolak.[242]
Trauma sosial
Trauma sosial yang diakibatkan oleh jumlah korban tidak terduga terbentuk dalam berbagai cara, yang selalu menjadi subjek perdebatan sejarah selanjutnya.[244] Sejumlah orang[siapa?] terbakar oleh nasionalisme dan segala akibatnya, dan mulai mengupayakan terciptanya dunia internasionalis, mendukung organisasi-organisasi seperti Liga Bangsa-Bangsa. Pasifisme semakin populer. Pihak lain memberi reaksi bertentangan, merasa bahwa hanya kekuatan dan militer yang mampu menangani dunia yang kacau dan tidak manusiawi ini. Pandangan anti-modernis merupakan hasil dari berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat.Ketidakpuasan di Jerman
Munculnya Nazisme dan fasisme meliputi kebangkitan spirit nasionalis dan penolakan berbagai perubahan pascaperang. Sama pula, popularitas legenda pengkhianatan (Jerman: Dolchstoßlegende) adalah wasiat terhadap keadaan psikologis Jerman yang kalah dan penolakan tanggung jawab atas konflik ini. Teori konspirasi pengkhianatan ini menjadi umum dan penduduk Jerman melihat diri mereka sebagai korban. Penerimaan rakyat Jerman terhadap Dolchstoßlegende' memainkan peran penting dalam kemunculan Nazisme. Rasa disilusi dan sinisisme dibesar-besarkan disertai pertumbuhan nihilisme. Banyak pihak percaya perang ini mengawali akhir dunia karena korban yang tinggi dari kalangan pria, pembubaran pemerintahan dan kekaisaran, dan jatuhnya kapitalisme dan imperialisme.Gerakan komunis dan sosialis di seluruh dunia mengumpulkan kekuatan dari teroi ini dan menikmati popularitas baru. Perasaan-perasaan ini lebih lantang diteriakkan di daerah-daerah yang langsung terkena dampak perang. Dari ketidakpuasan Jerman terhadap Perjanjian Versailles yang masih kontroversial, Adolf Hitler berhasil memperoleh popularitas dan kekuasaan.[248][249] Perang Dunia II juga merupakan kelanjutan perebutan kekuasan yang tidak pernah selesai sepenuhnya oleh Perang Dunia Pertama; faktanya, sudah biasa bagi Jerman pada tahun 1930-an dan 1940-an untuk menjustifikasi tindakan agresi internasional karena persepsi ketidakadilan yang diberlakukan oleh para pemenang Perang Dunia Pertama.[250][251][252] Sejarawan Amerika Serikat William Rubinstein menulis bahwa:
"'Zaman Totalitarianisme' mencakup hampir semua contoh genosida terkenal dalam sejarah modern, dipimpin oleh Holocaust Yahudi, tetapi juga terdiri dari pembunuhan dan pemusnahan massal di dunia Komunis, pembunuhan massal lain oleh Jerman Nazi dan sekutunya, serta genosida Armenia tahun 1915. Semua pembantaian ini memiliki asal usul yang sama, kejatuhan struktur elit dan mode pemerintahan normal di sebagian besar Eropa tengah, timur, dan selatan akibat Perang Dunia Pertama, yang tanpanya tentu saja Komunisme atau Fasisme tidak akan muncul kecuali dalam pikiran para penghasut dan orang sinting".[253]Pendirian negara modern Israel dan akar dari Konflik Israel-Palestina yang terus berlanjut dapat ditemukan pada dinamika kekuatan yang tidak stabil di Timur Tengah akibat Perang Dunia I.[254] Sebelum perang berakhir, Kesultanan Utsmaniyah berhasil mempertahankan pertahanan dan stabilitas di seluruh Timur Tengah.[255] Dengan jatuhnya pemerintahan Utsmaniyah, kekosongan kekuasaan terjadi dan klaim wilayah dan kebangsaan saling bermunculan.[256] Perbatasan politik yang ditetapkan oleh para pemenang Perang Dunia Pertama segera diberlakukan, kadang baru setelah konsultasi dengan penduduk setempat. Dalam beberapa kasus, hal ini menjadi masalah dalam perjuangan identitas nasional abad ke-21.[257][258] Sementara bubarnya Kesultanan Utsmaniyah pada akhir Perang Dunia I menentukan dalam kontribusi terhadap situasi politik modern di Timur Tengah, termasuk konflik Arab-Israel,[259][260][261] berakhirnya kekuasaan Utsmaniyah juga menciptakan sengketa yang belum diketahui terhadap perairan dan sumber daya alam lain.[262]
Pandangan di Amerika Serikat
Intervensi A.S. dalam perang ini, termasuk pemerintahan Wilson sendiri, semakin sangat tidak populer. Ini tampak dari penolakan Senat A.S. terhadap Perjanjian Versailles dan keanggotaan di Liga Bangsa-Bangsa. Pada masa antarperang, sebuah konsensus disepakati bahwa intervensi A.S. adalah suatu kesalahan, dan Kongres mengesahkan beberapa hukum dalam upaya melindungi netralitas A.S. pada konflik-konflik selanjutnya. Pemungutan suara tahun 1937 dan bulan-bulan pertama Perang Dunia II menunjukkan bahwa hampir 60% responden menyatakan intervensi pada PDI adalah kesalahan, dan hanya 28% yang menentang pandangan tersebut. Tetapi pada periode antara kejatuhan Perancis dan serangan Pearl Harbor, opini publik berubah total dan untuk pertama kalinya mayoritas responden menolak pandangan bahwa Perang Dunia I adalah suatu kesalahan.[263]Identitas nasional baru
Polandia lahir kembali sebagai sebuah negara merdeka setelah lebih dari satu abad. Sebagai "bangsa Entente kecil" dan negara dengan korban terbanyak per kapita,[264][265][266] Kerajaan Serbia dan dinastinya menjadi tulang belakang negara multinasional baru, Kerajaan Serbia, Kroasia, dan Slovenia (kelak bernama Yugoslavia). Cekoslovakia, menggabungkan Kerajaan Bohemia dengan sebagian Kerajaan Hongaria, dan menjadi satu bangsa baru. Rusia menjadi Uni Soviet dan kehilangan Finlandia, Estonia, Lituania, dan Latvia, yang menjadi negara-negara merdeka. Kesultanan Utsmaniyah langsung digantikan oleh Turki dan beberapa negara lain di Timur Tengah.Setelah Pertempuran Vimy Ridge, tempat divisi Kanada berperang bersama untuk pertama kalinya sebagai satu korps tunggal, warga Kanada mulai menyebut diri mereka sebagia bangsa yang "ditempa dari api".[269] Berhasil di medan tempur yang sama tempat "negara induk" gagal sebelumnya, Kanada untuk pertama kalinya dihormati secara internasional atas keberhasilan mereka sendiri. Kanada memasuki perang dengan status Dominion Imperium Britania dan tetap seperti itu, meski kelak bangkit dengan rasa kemerdekaan yang lebih besar.[270][271] Ketika Britania menyatakan perang pada tahun 1914, jajahan-jajahannya otomatis juga ikut perang; pada akhirnya, Kanada, Australia, Selandia Baru, dan Afrika Selatan menjadi penandatangan Perjanjian Versailles yang terpisah dari Britania.[272]
Dampak ekonomi
Produk domestik bruto (PDB) naik di tiga negara Sekutu (Britania, Italia, dan A.S.), tetapi turun di Perancis dan Rusia, Belanda netral, dan tiga negara Sentral utama. Penurunan PDB di Austria, Rusia, Perancis, dan Kesultanan Utsmaniyah mencapai 30 sampai 40%. Di Austria, misalnya, banyak babi dipotong, sehingga tidak ada lagi daging pada akhir perang.
Di semua negara, pangsa pemerintah di PDB meningkat, melampaui 50% di Jerman dan Perancis dan nyaris mencapai level tersebut di Britania. Untuk membayar pembelian di Amerika Serikat, Britania melakukan investasi besar-besaran di industri rel kereta api Amerika Serikat dan mulai meminjam uang dalam jumlah besar dari Wall Street. Presiden Wilson berada di ambang pemotongan pinjaman pada akhir 1916, tetapi mengizinkan peningkatan besar pinjaman pemerintah A.S. kepada negara Sekutu. Setelah 1919, A.S. meminta pembayaran pinjaman tersebut. Pembayaran ini sebagian didanai oleh dana perbaikan Jerman, yang sebaliknya, dibantu oleh pinjaman Amerika Serikat ke Jerman. Sistem melingkar ini kolaps tahun 1931 dan pinjaman-pinjaman tersebut tidak pernah terbayarkan. Tahun 1934, Britania berutang senilai US$4,4 miliar[275] dalam bentuk utang Perang Dunia I.[276]
Perang Dunia I terus meningkatkan ketidakseimbangan jenis kelamin, sehingga memunculkan fenomena wanita berlebih. Kematian hampir satu juta pria selama perang memperlebar celah gender sebanyak satu juta orang; dari 670.000 sampai 1.700.000 orang. Jumlah wanita belum menikah yang mencari kemapanan ekonomi tumbuh pesar. Selain itu, demobilisasi dan kemerosotan ekonomi setelah perang mengakibatkan tingginya pengangguran. Perang meningkatkan jumlah pekerja wanita, akan tetapi kembalinya pria yang terdemobilisasi menggantikan banyak wanita dari pekerjaannya, disertai penutupan berbagai pabrik masa perang. Karena itu wanita yang bekerja selama perang akhirnya terpaksa berjuang mencari pekerjaan dan wanita yang mendekati usia kerja tidak mendapat kesempatan.
Di Britania, penjatahan akhirnya diberlakukan pada awal 1918 untuk daging, gula, dan lemak (mentega dan oleo), namun bukan roti. Sistem baru ini berjalan lancar. Sejak 1914 sampai 1918, keanggotaan serikat dagang berlipat dari empat juta orang menjadi delapan juta orang. Mogok kerja semakin sering terjadi pada tahun 1917–1918 karena serikat-serikat tersebut tidak puas terhadap harga, pengendalian alkohol, sengketa gaji, kelelahan akibat kerja berlebihan dan bekerja pada hari Minggu, dan rumah yang tidak layak.
Britania mencari bantuan ke koloni-koloninya dalam memperoleh material perang penting yang persediannya semakin langka di sumber-sumber tradisional. Para geolog seperti Albert Ernest Kitson ditugaskan mencari sumber mineral berharga baru di koloni Afrika. Kitson menemukan deposit mangan baru di Gold Coast yang dipakai untuk pembuatan munisi.[278]
Artikel 231 Perjanjian Versailles (klausa "rasa bersalah perang") menyatakan Jerman dan sekutunya bertanggung jawab atas semua "kehilangan dan kerusakan" yang diderita Sekutu sepanjang perang dan memberi dasar untuk perbaikan pascaperang. Total perbaikan yang dituntut senilai 132 miliar mark emas, lebih dari total emas atau valuta asing Jerman. Masalah ekonomi yang mencuat dari pembayaran tersebut, dan kekesalan Jerman atas posisi mereka, biasanya dianggap sebagai salah satu faktor penting yang mendorong berakhirnya Republik Weimar dan awal dari kediktatoran Adolf Hitler. Setelha kekalahan Jerman pada Perang Dunia II, pembayaran perbaikan tidak dilanjutkan. Jerman selesai membayar perbaikan pascaperang pada bulan Oktober 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar